Revisi UU Migas: Momentum Penting untuk Kemandirian Energi atau Kebijakan yang Terlambat?

fin.co.id - 18/10/2024, 19:15 WIB

Revisi UU Migas: Momentum Penting untuk Kemandirian Energi atau Kebijakan yang Terlambat?

Revisi UU Migas: Momentum Penting untuk Kemandirian Energi atau Kebijakan yang Terlambat?

fin.co.idKetahanan energi di Indonesia kini berada di ujung tanduk. Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di Hotel Grand Orchard, Jakarta, berbagai pemangku kepentingan menyerukan perlunya revisi Undang-Undang (UU) Migas No. 22 Tahun 2001 sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan energi nasional.

FGD ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Lemhanas (IKAL) Strategic Center dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

Ketua IKAL, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, menekankan bahwa ketahanan energi merupakan komponen krusial dari ketahanan nasional. “Kita harus mendorong pemerintah untuk menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat menjaga ketahanan energi secara berkelanjutan,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, para narasumber termasuk Dr. Kurtubi, Prof. Juajir Sumardi, dan Dr. Muh. Hanafi, menyoroti tantangan yang dihadapi sektor energi saat ini.

Baca Juga

Kritik terhadap UU Migas No. 22/2001 mencuat terutama karena Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa 29 pasal dari undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara itu, produksi minyak nasional terus merosot dan tidak memenuhi target APBN, yang memicu kekhawatiran akan kemandirian energi.

Kurtubi menambahkan bahwa kebijakan yang terlalu liberal dalam pengelolaan migas berpotensi merugikan kepentingan nasional. “UU Migas ini perlu segera direvisi atau dicabut. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu agar tata kelola migas kembali ke tangan Pertamina, dan memastikan kuasa pertambangan tetap di tangan negara,” tegasnya.

Prof. Juajir Sumardi juga menekankan pentingnya diversifikasi sumber energi untuk mencapai ketahanan energi yang lebih kuat. “Regulasi harus mencerminkan komitmen untuk memperkuat peran BUMN dalam eksplorasi dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif,” jelasnya.

Dalam penutup diskusi, Arie Gumilar, Presiden FSPPB, menekankan bahwa revisi UU Migas adalah langkah yang sangat mendesak. “Kami telah melakukan kajian mendalam dan berdiskusi dengan banyak pemangku kepentingan. Revisi ini sejalan dengan visi Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan pentingnya kedaulatan energi,” ungkapnya.

Baca Juga

Dengan situasi energi yang semakin memprihatinkan, pertanyaan besar kini muncul: Apakah revisi UU Migas dapat membawa angin segar bagi ketahanan energi Indonesia, ataukah ini hanya menjadi kebijakan yang terlambat? Waktu yang akan menjawab. (*)

Sigit Nugroho
Penulis
-->