News . 11/10/2024, 21:49 WIB
Tata cara pembagian dan/atau penyerahan dana HPP atas terlaksananya penanganan perkara yang selesai paling lama 90 (sembilan puluh) hari dilakukan dengan diawali dimana Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, dalam hal ini Asep Nursobah selaku Penanggungjawab HPP (Kuasa Pengguna Anggaran) menyiapkan laporan majelis yang menyelesaikan perkara 90 (sembilan puluh) hari.
Kemudian mengajukan permintaan pembayaran, dan selanjutnya Bank Syariah Indonesia (BSI) selaku Bank yang membayar mengirimkan sejumlah uang sebagaimana permintaan Asep Nursobah ke rekening masing-masing Hakim Agung yang berhak.
Selanjutnya sebagaimana laporan IPW dan TPDI, pada hari yang sama, Bank BSI secara otomatis memotong dana HPP sebesar 25,95 persen dari rekening Hakim Agung (diluar pemotongan untuk supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi tim pendukung administrasi yudisial), yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari Hakim Agung, dan dikumpulkan di rekening penampungan yang dikelola oleh Asep Nursobah.
Sehingga patut diduga adanya pengumpulan uang dari potongan dana HPP yang diduga digunakan oleh oknum Pimpinan Mahkamah Agung RI, dengan dalih untuk “tim pendukung teknis yudisial”, yang kemudian diduga ternyata dipakai untuk kepentingan pribadi, yang merugikan Hakim Agung yang berhak.
Menurut Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW, adanya pemotongan dana HPP justeru terkofimasi kebenarannya, berdasarkan penjelasan juru bicara Mahkamah Agung RI, Suharto kepada Tempo.co, Senin, 12 Agustus, dan Konperensi Pers di Jogyakarta (17/9) pada pokokmya dinyatakan.
(1) Ada sembilan proses untuk menyelesaikan sebuah perkara di MA yang tidak hanya melibatkan Hakim Agung, tapi juga staff lainnya.
(2) Mempertimbangkan hal tersebut, pimpinan Mahkamah menyepakati sebagian dana HPP sebanyak 40 persen didistribusikan (dipotong) kepada supporting unit atau tim pendukung yang terdiri dari supervisor, tim pendukung teknis dan manajemen, yang dituangkan dalam Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor: 2349/PAN/HK.00/XII/2023 tentang Penetapan Satuan Besaran Honorarium Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung RI.
(3) Tidak ada pemotongan HPP yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan MA (4) Pernyataan IPW tentang adanya tindak pidana korupsi berupa pemotongan HPP yang mencapai Rp. 97 milyar adalah tidak benar, karena didasarkan pengolahan data dan informasi yang keliru.
Menurutnya, pemotongan dana HPP sebesar 25,95 % (diluar pemotongan untuk supervisor sebesar 7% dan 4% bagi tim pendukung administrasi yudisial) dari rekening Hakim Agung yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari Hakim Agung, pada awalnya diduga mendapat penolakan dari sejumlah Hakim Agung, baik dalam forum-forum kecil maupun besar.
Pada pertengahan tahun 2023 beberapa Hakim Agung yang menolak diduga mengalami pemanggilan untuk menghadap Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto. Selanjutnya diduga atas intervensi oknum pimpinan Mahkamah Agung RI, para Hakim Agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang diketahui masing-masing Ketua Kamar, yang ditandatangani diatas materai, yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan dana HPP sebesar 40 persen, dengan rincian 29 persen “tim pendukung teknis yudisial”, sisanya dibagikan kepada supervisor dan tim pendukung administrasi yudisial.
Disebut diduga ada intervensi oknum pimpinan Mahkamah Agung RI terindikasi dari format dan isi surat pernyataan yang dibuat seragam, yang dikoodinir oleh pimpinan dan/atau tidak berdasarkan atas kehendak secara suka rela Para Hakim Agung, sehingga patut diduga telah terjadi pemaksaan yang bersifat massif dan terorganisir.
Apabila tidak ada pemaksaan, sebagaimana yang didalilkan juru bicara Mahkamah Agung RI, Suharto, secara logis seharusnya tidak memerlukan adanya surat pernyataan. Karena dana HPP adalah hakim agung.
“Sehingga yang seharusnya menentukan jumlah yang akan diberikan kepada supporting system atau unit adalah Hakim Agung itu sendiri. Dalam rangka pemberian daan HPP kepada supporting system atau unit, pimpinan Mahkamah Agung seharusnya memperjuangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah untuk itu, sebagaimana yang dilakukan Mahkamah Konstitusi” tukas Sugeng lagi.
Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2023, jumlah perkara yang diputuskan adalah sebanyak 27.365 perkara dan Laporan Tahunan MA 2022 jumlah perkara yang diputuskan adalah sebanyak 28.024 perkara. Sehingga apabila diasumsikan pemotongan sebesar 25.95 per perkara kasasi biasa (3 Majelis Hakim) x Rp6.750.000,00 x perkara yang diputuskan setahun, maka pada tahun 2023, terdapat pemotongan dana HPP untuk perkara kasasi biasa sejumlah Rp47.933 miliar. Sedangkan pada tahun 2022 untuk perkara kasasi biasa akan diperoleh pemotongan dana HPP sebesar Rp49.087 miliar.
Kepaniteraan MA dipimpin oleh seorang Panitera dibantu 7 (tujuh) Panitera Muda, dengan memiliki 12 (dua belas) Panitera Muda Tim (Askor), dan Panitera Pengganti yang merupakan cluster supporting system atau unit berjumlah lebih dari 100 orang, dari hasil dana pemotongan HPP ternyata hanya menerima dana sebesar Rp500 ribu per perkara.
Hal ini berarti dalih pemotongan HPP untuk dibagikan kepada supporting system atau unit adalah mengada-ngada dan tidak mengandung unsur kebenaran. Patut diduga porsi terbesar dari dana pemotongan HPP total sebesar 40% diterima dan dinikmati cluster oknum pimpinan MA dan Panitera MA RI.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com