Sedangkan tahun 2022 untuk perkara kasasi biasa akan diperoleh pemotongan dana Honorarium Penanganan Perkara para Hakim Agung sebesar Rp49 miliar.
Berdasarkan penjelasan juru bicara Mahkamah Agung RI, Suharto kepada Tempo.co, Senin (12/8) ada sembilan proses untuk menyelesaikan sebuah perkara di MA yang tidak hanya melibatkan Hakim Agung, tapi juga staf lainnya.
Mempertimbangkan hal tersebut, pimpinan Mahkamah menyepakati sebagian dana Honorarium Penanganan Perkara sebanyak 40% didistribusikan (dipotong) kepada supporting unit atau tim pendukung yang terdiri dari supervisor, tim pendukung teknis dan manajemen, yang dituangkan dalam Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor: 2349/PAN/HK.00/XII/2023 tentang Penetapan Satuan Besaran Honorarium Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung RI.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, diduga telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi Pemotongan dan Penyalahgunaan Dana Honorarium Penanganan Perkara bagi Hakim Agung Tahun Anggaran 2022-2023-2024, yang perlu didalami siapa pihak yang dapat dimintakan pertanggung jawaban atas pemotongan tersebut yang sedikitnya bernilai sebesar Rp97 miliar.
Ada Pelaporan ke KPK.
Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat telah melaporkan kepada KPK atas dugaan pemotongan dan penyalahgunaan dana Honorarium Perkara (HPP) bagi para Hakim Agung Senilai Rp97 miliar dan/atau TPPU, yang telah terkonfirmasi sebagai tindak pidana korupsi.
Setidaknya kontruksi hukumnya serupa dan sebangun dengan dugaan perkara korupsi pemotongan dana hasil insentif pajak untuk pegawai Kab. Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah menyebabkan Kepala Dinas BPPD, Aris Suryono dituntut JPU selama 7 tahun dan 6 bulan penjara di PN Tipikor Sidoarjo (9/9/24). Dan dugaan korupsi terdakwa Subhi, mantan Kepala BPPRD Kota Jambi yang telah divonis hakim 4 tahun, 5 bulan di Pengadilan Tipikor Jambi pada 20 Junuari 2022, lantaran dengan kekuasaannya melakukan pemotongan pembayaran dana insentif pemungutan pajak tahun 2017 hingga 2019.
Baca Juga
“Materi diskusi publik membahas tentang judicial corruption yang terjadi bukan lantaran kebutuhan (corruption by need) melainkan dikualifikasi corruption by greed atau korupsi karena keserakahan. Kami akan mengundang sejumlah ahli hukum dan tokoh penggiat anti korupsi, dengan peserta dari kalangan akademisi Fakultas Hukum Universitas yang ada di Jakarta, lembaga-lembaga swadaya mayarakat, juru bicara MA, Direktorat Penyidikan Kejagung, Direktorat Penyidikan KPK, dan Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Hasil rumusan diskusi publik akan kami serahkan kepada KPK, KY dan Komisi III DPR RI untuk kepentingan penindakan dan pengawasan” tuturnya.
(Adm)