RS Medistra Minta Maaf Soal Polemik Larangan Pegawai Berjilbab

fin.co.id - 03/09/2024, 05:39 WIB

RS Medistra Minta Maaf Soal Polemik Larangan Pegawai Berjilbab

Ilustrasi/ Siswi berjilbab (getty Image)

fin.co.id-  Rumah Sakit Medistra di Jakarta Selatan (Jaksel), meminta maaf atas polemik larangan berjilbab bagi pegawainya hingga tuai kecaman publik. 

Larangan berhijab di RS Medistra ini, mulanya diungkap oleh bekas pegawainya yang bernama Diani Kartini. 

Wanita tersebut bekerja di Rumah Sakit tersebut sejak tahun 2010. Namun memutuskan keluar pada 31 Agustus setelah adanya larangan berjilbab

Diani mengatakan ada dua kerabatnya yang tiba-tiba mendapatkan larangan menggunakan hijab saat proses wawancara kerja di RS Medistra

Atas polemik itu, RS Medistra meminta maaf dan berjanji akan mengontrol proses rekrutmen pegawai. 

"Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi," kata Direktur RS Medistra Agung Budisatria, Senin 2 September 2024.

Agung menjelaskan pemantauan proses rekrutmen tersebut sebagai langkah evaluasi dan pelayanan yang lebih baik. 

"Rumah Sakit Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat," ujarnya.

Rumah Sakit Medistra berharap pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak.

Sebelumnya, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis ikut merespon keras kasus RS Medistra melarang kenalan hijab atau jilbab. Dia meminta ada tindakan terhadap oknum yang membuat larangan menggunakan jilbab di RS tersebut. 

"Minta maaf itu penting, tetapi memastikan tidak ada diskriminasi juga tak kalah pentingnya. Maka harus ditindak perilaku oknum yang melakukan diskriminasi dan pastikan tenaga medis serta karyawan Rumah Sakit Medistra bebas menggunakan jilbab," ujar Cholil. 

Selain itu Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas juga mengatakan bahwa larangan jilbab di RS Medisra bertentangan konstitusi khususnya Pasal 29 ayat 1 san 2 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah. 

"Kami meminta pihak RS Medistra untuk segera melakukan klarifikasi terkait masalah ini. Jika benar terjadi, ini merupakan pelanggaran HAM dan konstitusi serta dapat merusak kerukunan antarumat beragama di Indonesia," kata Anwar Abbas. (*) 

Afdal Namakule
Penulis