fin.co.id - Suasana di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi Semarang mendadak memanas setelah tuduhan pemungutan uang dari para dokter spesialis (PPDS) anestesi mencuat ke publik.
Kabar mengejutkan ini menambah deretan kisah kelam di dunia medis yang kerap tersembunyi di balik dinding rumah sakit.
Khalika Firdaus, salah seorang teman seangkatan almarhumah dr. Aulia Risma Lestari, secara terbuka membantah tuduhan pemalakan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan.
Dalam konferensi pers daring yang digelar pada 2 September 2024, Firdaus menyatakan dengan tegas bahwa dugaan pemalakan yang menyebutkan adanya pemungutan hingga Rp40 juta per bulan dari setiap PPDS tidak benar adanya.
"Dugaan adanya pemalakan atau pemungutan dari senior sama sekali tidak benar," ucap Firdaus dengan nada penuh keyakinan. Namun, ia mengakui adanya iuran kolektif yang dilakukan atas kesepakatan angkatan mereka, yang nilainya disesuaikan dengan kebutuhan operasional para PPDS.
Baca Juga
Khalika Firdaus, Teman seangkatan dr Aulia Risma Lestari di PPDS Anestesi Undip RS Kariadi
Menurut Firdaus, iuran tersebut digunakan untuk menutupi berbagai kebutuhan seperti biaya kontrak rumah dan makan malam, yang tidak disediakan oleh RS Kariadi. Para PPDS tinggal dalam satu kontrakan untuk mempermudah koordinasi jadwal piket dan saling mengingatkan satu sama lain.
"Biaya makan malam, kontrak rumah, dan kebutuhan operasional lainnya memang perlu diurus bersama. Itu merupakan kesepakatan angkatan dan tidak ada patokan harga bulanan tertentu," jelas Firdaus, sembari mengungkapkan bahwa iuran ini hanya dikumpulkan pada enam bulan pertama masa pendidikan.
Namun, di balik penjelasan ini, masih ada cerita sedih yang menyelimuti kasus ini. dr. Aulia Risma Lestari, yang dikenal sebagai bendahara angkatan pada awal pendidikannya, tiba-tiba menghilang setelah tiga bulan menjabat.
Kepergiannya meninggalkan kesedihan mendalam di hati teman-temannya, dan hingga kini, kejelasan mengenai kepergiannya belum terungkap secara menyeluruh.
Cerita ini bukan hanya sekedar kisah tentang iuran dan kesepakatan, tetapi juga tentang beban emosional yang harus dipikul oleh para PPDS di tengah perjuangan mereka.