fin.co.id — Fluktuasi harga komoditas global diperkirakan akan menyebabkan belanja subsidi dan kompensasi energi pemerintah melonjak hingga Rp 70 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengungkapkan bahwa kenaikan harga komoditas serta pelemahan rupiah terhadap dolar AS menjadi pemicu utama pembengkakan anggaran ini.
Menurut Febrio, nilai tukar rupiah yang kini berada di kisaran Rp 16.000 per dolar AS jauh lebih tinggi dibandingkan asumsi makro APBN 2024 yang dipatok Rp 15.000 per dolar AS.
"Perbedaan Rp 1.000 dalam kurs ini sudah berpotensi menambah belanja subsidi dan kompensasi energi sekitar Rp 60-70 triliun," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu 6 Agustus 2024.
Baca Juga
- PLN Beberkan Ambisi Menuju Net Zero Emissions 2060
- Tol Jogja-Solo Segmen Kartasura-Klaten Siap Beroperasi: Keamanan Terjamin!
Peningkatan belanja subsidi ini mencakup subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan subsidi listrik yang diperkirakan akan melonjak seiring dengan kenaikan harga komoditas di pasar internasional.
Pada semester I 2024, realisasi subsidi energi telah mencapai Rp 42,95 triliun atau 37,92 persen dari pagu, meningkat 4,81 persen dibandingkan tahun lalu. Subsidi listrik juga mengalami pertumbuhan signifikan dengan realisasi mencapai Rp 29,69 triliun atau 39,15 persen dari pagu.
Meskipun anggaran subsidi mengalami pembengkakan, pemerintah berkomitmen untuk mengelola anggaran dengan hati-hati, agar belanja tetap dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat.
Febrio menegaskan, pelaksanaan APBN 2024 diharapkan menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi nasional, meski tantangan besar terkait fluktuasi harga dan nilai tukar harus dihadapi. (*)
Baca Juga
- Rumah BUMN SIG Dukung UMKM Populerkan Sirop Buah Kawista Khas Rembang
- Pendeteksi Gempa Berfungsi Baik, KCIC: Getaran Terdeteksi hingga Karawang
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq