Polemik NU dan Muhammadiyah Kelola Tambang, EITS: Tantangan Memastikan Good Mining itu Sulit!

fin.co.id - 02/08/2024, 16:45 WIB

Polemik NU dan Muhammadiyah Kelola Tambang, EITS: Tantangan Memastikan Good Mining itu Sulit!
Bukan Sekadar 'Omon-Omon', EITS Paparkan Sejumlah Fakta Manfaat Kehadiran Pembangkit Panas Bumi di NTT 122922

Bukan Sekadar 'Omon-Omon', EITS Paparkan Sejumlah Fakta Manfaat Kehadiran Pembangkit Panas Bumi di NTT 122922

Polemik NU dan Muhammadiyah Kelola Tambang, EITS: Tantangan Memastikan Good Mining itu Sulit!
Bukan Sekadar 'Omon-Omon', EITS Paparkan Sejumlah Fakta Manfaat Kehadiran Pembangkit Panas Bumi di NTT 122922

Ilustrasi kegiatan pertambangan (Ist)

fin.co.id – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, membuka peluang bagi Organisasi Masyarakat Keagamaan (Ormas) seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Namun, tantangan besar menanti dalam hal penerapan good mining practice yang memadai.

Good mining practice mencakup seluruh aspek pengelolaan tambang dari awal hingga akhir. Ini melibatkan penerapan teknologi yang tepat, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, serta pelaksanaan konservasi bahan galian dan keselamatan kerja.

Untuk itu, Ormas harus memastikan mereka memahami esensi pengelolaan tambang yang baik dan tidak hanya mengejar keuntungan semata.

Ketua dan Founder Energy Institute for Transition (EITS), Godang Sitompul, menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang tata kelola pertambangan.

"Para petinggi NU dan Muhammadiyah perlu belajar tentang good mining practice. Mereka harus merekrut ahli pertambangan bersertifikat untuk mengelola tambang dengan benar," ujar Godang di Jakarta, Jumat 2 Agustus 2024.

Lebih lanjut, Godang memperingatkan bahwa jika WIUPK tidak dikelola dengan baik, risiko kerusakan lingkungan dan penurunan cadangan tambang menjadi besar.

"Jangan sampai WIUPK hanya menjadi alat untuk meraup keuntungan tanpa tanggung jawab atas pasca tambangnya," tambahnya.

Selain itu, Godang juga mengusulkan agar Ormas yang mendapatkan WIUPK diberi tanggung jawab dalam pengelolaan hilir, seperti smelter untuk mineral dan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO) untuk batu bara. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.139.K/HK.02/MEM.B/2021, produsen batu bara diwajibkan menjual 25% dari produksi tahunan mereka untuk kebutuhan domestik dengan harga acuan tertentu.

Peraturan ini merupakan bagian dari Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2024, yang mengalihkan kewenangan penetapan dan pemberian WIUPK kepada Bahlil.

Perpres ini memperjelas bahwa menteri pembina sektor seperti Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terlibat dalam proses pengalokasian lahan.

Dengan langkah ini, diharapkan Ormas keagamaan dapat berperan aktif dalam industri pertambangan dengan menerapkan praktik-praktik pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab, demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. (*)

Sigit Nugroho
Penulis