Rencana Penerapan Skema Power Wheeling dalam RUU EBET, Mulyanto Komisi VII DPR: Ini Liberalisasi Kelistrikan!

fin.co.id - 01/08/2024, 18:14 WIB

Rencana Penerapan Skema Power Wheeling dalam RUU EBET, Mulyanto Komisi VII DPR: Ini Liberalisasi Kelistrikan!

Diskusi tentang RUU EBET yang membahas tentang Power Wheeling yang dikhawatirkan meruoakan jalan masuk liberalisasi ketenagalistrikan dan merugikan PLN serta masyarakat pengguna listrik

fin.co.id - Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang tengah dibahas oleh DPR RI berfokus pada pengaturan energi baru dan terbarukan. RUU ini termasuk dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 dan diharapkan dapat disahkan sebelum akhir periode DPR 2019-2024.

RUU EBET bertujuan untuk mencakup berbagai aspek terkait energi, termasuk energi baru seperti gasifikasi batubara, serta energi terbarukan dari sumber alam seperti tenaga surya dan panas bumi.

Meskipun ada undang-undang terkait energi dan panas bumi, banyak yang merasa bahwa RUU ini perlu lebih menekankan pada energi terbarukan untuk mencapai target emisi karbon nol pada 2060.

Dalam konteks ini, salah satu isu utama adalah penerapan skema power wheeling. Skema ini memungkinkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas milik negara atau PLN melalui jaringan transmisi/distribusi PLN.

Baca Juga

Komisi VII DPR bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membahas 574 daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait RUU EBET dan mengharapkan tuntas pada 2024.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyatakan bahwa power wheeling dapat diterapkan jika ada pembangunan mekanisme yang tidak mengganggu sistem yang ada. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengonfirmasi bahwa skema ini akan dimasukkan dalam RUU EBET dan diharapkan selesai tahun ini.

Power wheeling dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, dengan konsumsi listrik nasional diperkirakan mencapai 468 TWh pada 2033. PLN menargetkan 75% dari pembangkit listrik berbasis energi terbarukan pada periode 2024-2033, memerlukan investasi sekitar USD 150 miliar.

Namun, terdapat kekhawatiran terkait penerapan power wheeling jika tidak diatur dengan ketat. Kritik utama adalah potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusi dan kepentingan negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 mengenai monopoli negara di sektor energi. Juga, terdapat risiko bahwa kebijakan ini dapat merugikan BUMN dan konsumen, serta memperbesar beban subsidi listrik di APBN.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan DPR untuk memastikan bahwa pembahasan RUU EBET mengikuti prinsip keterbukaan, demokrasi, dan partisipasi publik. Publik diharapkan terlibat aktif dalam proses ini untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan adil dan sesuai dengan kepentingan nasional.

Baca Juga

IRESS mendesak agar proses pembentukan RUU EBET memperhatikan prinsip-prinsip bernegara, konstitusi, dan kepentingan masyarakat luas, serta tidak terpengaruh oleh kepentingan oligarki atau praktik tidak adil. Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan dapat mendukung ketahanan energi dan memenuhi kebutuhan publik secara berkelanjutan.

"Jadi tidak kita menolak RUU EBET, atau menolak power wheeling kalau seandainya aturan yang rencana untuk ditetapkan itu sesuai dengan konstirusi, undang-undang dan kepentingan strategis menyediakan energi berkelanjutan dan kepentingan konsumen listrik di Indonesia," ujar Marwan Batubara di Jakarta, Kamis 1 Agustus 2024.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR-RI Mulyanto mengajak masyarakat untuk memahami apa yang menjadi permasalahan di RUU EBET tersebut.

"Pasal 29 a atau pasal 27 a berbunyi, satu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan pemegang wilayah usaha ketenagalistrikan harus memenuhi kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari EBT," kata Mulyanto.

Artinya adalah wilayah usaha ketenagalistrikan atau PLN, wajib memenuhi kebutuhan konsumen akan EBT. Kalau wajib itu gak dipenuhi, kena denda, kata Mulyanto.

Yang kedua, kata dia, pemenuhan kebutuhan konsumen akan penyediaan kebutuhan berhasilkan dan bersumber dari EBT, bagaimana dimaksud pada ayat satu, dilaksanakan berdasarkan RUPTL yang memprioritaskan energi dan energi terbarukan dilaksanakan melalui green RUPTL oleh PLN

Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq

Sigit Nugroho
Penulis
-->