fin.co.id - Baku tembak polisi versus polisi pecah di Kota Tual, Maluku, pada Minggu 28 Juli 2024 disesalkan banyak pihak. Pasalnya, bentrokan antara Polisi Lalu Lintas (Polantas) dan Brigade Mobil (Brimob) mengakibatkan kerusakan kantor Polres Tual karena tertembak peluru para anggota yang terlibat bentrokan.
Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto mengatakan, bentrokan antara Brimob BKO Resimen Pas 3 Pelopor dengan Polantas ini kurangnya profesionalisme dan solidaritas di antara aparat keamanan. Seyogianya, kata dia, keduanya bekerja sama untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
“Kejadian ini tentu saja sangat memprihatinkan dan memalukan. Sebagai institusi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, tindakan penganiayaan sesama aparat kepolisian menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip profesionalisme dan etika kerja. Solidaritas di antara personel keamanan seharusnya menjadi hal yang utama, namun dalam kasus ini, korsa atau semangat kebersamaan yang seharusnya dijunjung tinggi justru disalahgunakan," kata Rasminto kepada fin.co.id, Selasa 30 Juli 2024.
Rasminto mengutuk keras tindakan brutal yang ditunjukan oleh sesama aparat kepolisian di Tual, Maluku dengan mendesak pihak pimpinan Polri untuk mengambil Tindakan tegas. Insiden bentrokan antara sekelompok personel Brimob BKO Resimen Pas 3 Pelopor dilaporkan telah melakukan penganiayaan terhadap personel yang melaksanakan Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) di Pos SS, Polres Tual.
Baca Juga
- Diperiksa KPK Jadi Saksi Hasto, Eks Ketua KPU Ngaku Dicecar Puluhan Pertanyataan
- Diperiksa KPK, Plt Dirjen Imigrasi Dicecar Soal Perlintasan Harun Masiku
“Pimpinan Polri harus segera ambil tindakan tegas untuk melakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap pelaku dan motif di balik insiden ini. Tindakan disipliner yang tegas akan diambil terhadap mereka yang terbukti bersalah," terangnya.
Pakar Geografi Manusia Universitas Islam 45 (UNISMA) ini juga menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa bentrok antar aparat kepolisian di Kabupaten Tual, Maluku ini.
"Kejadian ini sangat memprihatinkan dan mencerminkan masalah mendasar dalam kultur organisasi kepolisian kita. Insiden seperti ini menunjukkan bahwa reformasi kelembagaan untuk menciptakan kepolisian yang lebih humanis belum sepenuhnya terwujud," tandasnya.
Menurutnya, bentrokan antar aparat kepolisian memiliki dampak serius yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Ketika aparat yang seharusnya menjaga keamanan justru terlibat dalam konflik internal, masyarakat mungkin merasa khawatir dan tidak aman. Selain menyebabkan cedera fisik dan kerusakan properti, bentrok ini juga bisa memperparah ketegangan sosial yang ada. Berdampak juga pada ketidakpercayaan publik yang dapat mengakibatkan penurunan trust antara masyarakat dan kepolisian, yang pada akhirnya menghambat efektivitas penegakan hukum dan pelayanan publik," tuturnya.
Baca Juga
- Kick Off Hari Desa, Mentan Amran Ajak Kades Seluruh Indonesia untuk Jaga Ketahanan Pangan
- Dasco Khawatir Fungsi DPR Terganggu Jika Parliamentary Threshold Dihapus
Dia melanjutkan, bentrok antar aparat kepolisian juga berdampak negatif pada moral dan disiplin anggota kepolisian itu sendiri. Konflik internal, kata dia, dapat mengganggu semangat kerja dan menurunkan kinerja, yang berpotensi memperburuk situasi keamanan daerah.
"Selain itu, insiden semacam ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik, yang dapat memperkeruh suasana dan menimbulkan ketidakstabilan politik lokal, apalagi saat ini menjelang Pilkada serentak 2024," bebernya.
Ia menambahkan, kejadian ini menegaskan pentingnya pembenahan sistem rekrutmen dan pengawasan dalam institusi kepolisian.
"Profesionalisme dan etika kerja harus menjadi fokus utama dalam setiap rekrutem dan pelatihan. Tanpa itu, kita akan terus menghadapi masalah-masalah seperti ini yang merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian”, katanya.
Dia berharap, kejadian serupa tidak terulang lagi. Bahkan, dia mendesak pihak kepolisian untuk memperkuat sistem rekrutmen dan pengawasan terhadap personel agar lebih profesional dalam menjalankan tugas.
“Dalam situasi yang semakin kompleks dan penuh tantangan, profesionalisme dan solidaritas antar personel keamanan sangatlah penting, namun solidaritas yang terbangun jangan disalahgunakan untuk kepentingan yang merugikan banyak orang. Diharapkan dengan adanya langkah-langkah tegas dari pihak kepolisian sendiri, reformasi kelembagaan yang lebih mendalam dapat terwujud. Sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat Polri dapat kembali pulih," tutupnya.