fin.co.id- Pemerintah berencana menerapkan kenaikan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) hingga 200% untuk beberapa jenis barang impor. Salah satunya adalah keramik.
Menanggapi itu, Ketua Komite Arsitek Muda Architects Regional Council Asia (ARCASIA), Denny Setiawan meminta agar BMAD sebesar 200% atas produk keramik impor dari Cina untuk dibatalkan.
Sebab menurutnya, salah satu risiko dari BMAD 200% yaitu generasi milenial dan generasi Z terancam kesulitan untuk bisa membangun atau mempunyai rumah pertamanya.
“Dari pada kita menstop sekarang akibatnya adalah banyak teman-teman yang belum punya kesempatan punya rumah yang layak jadi terhambat karena harga membangun rumah yang jadi mahal sekali,” katanya lewat keterangan tertulis, Sabtu 27 Juli 2024.
Dijelaskan Denny apa lagi ke depan Indonesia menghadapi bonus demografi, pastinya itu juga akan berimbas terhadap kepemilikan rumah.
“Populasi kita yang terbesar adalah usia 25 hingga usia 45 tahun, kita dalam bonus demografi tapi jangan salah generasi-generasi ini sedang berjuang untuk mempunyai rumah pertamanya untuk mencapai kemapanan ekonomi di level pertama,” ungkapnya.
Dia mengatakan, jangan sampai perjuangan generasi untuk bisa mendapatkan rumah pertamanya semakin jauh arangnya karena harga keramiknya semakin mahal.
Baca Juga
"Jadi menurut saya sebagai arsitek tentunya yang banyak membantu teman-teman juga yang ingin punya rumah pertama saran saya tunda dulu deh,” katanya.
Lebih lanjut, menurutnya meskipun tujuan pengenaan BMAD untuk melindungi industri dalam negeri, namun kata dia, hal itu perlu dibuktikan terlebih dahulu apakah terjadi dumping atau tidak.
Terlebih, kata dia, jika BMAD diterapkan potensi kelangkaan dan harga keramik melambung tinggi bisa saja terjadi, mengingat produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen.
“Ini upaya yang baik buat pemerintah untuk melindungi pasar dalam negeri utamanya mereka yang memproduksi keramik di dalam negeri. Saya setuju kepada para ekonom itu bahwa ini belum saatnya, belum saat yang tepat karena kesiapan produsen keramik dalam negeri kita belum sesiap itu untuk memenuhi semua kebutuhan keramik pasar dalam negeri sendiri,” ujar Denny.
Denny mengatakan efek lain dari pengenaan BMAD 200% biaya membangun rumah menjadi lebih mahal dari biasanya karena estimasi untuk membangun rumah bisa mencapai harga 6-7 juta per m2.
“Jadi kalau kita melihat membangun sekarang tidak bisa lagi dengan biaya yang murah, karena untuk satu meter persegi bangunan itu harganya sudah lebih dari 6 sampai 7 juta dengan keramik yang biasa keramik yang impor dari Cina itu tadi,” bebernya.
Lanjut Denny menyampaikan implementasi BMAD itu bisa saja dilakukan jika produsen keramik dalam negeri sudah mampu memproduksi sesuai dengan kebutuhan pasar, tentunya keramik yang berkualitas dan harganya bisa terjangkau.
“Jadi rasanya belum tepat di saat masih banyak orang-orang yang belum bisa punya rumah yang layak, dari sisi profesi arsitek saya merasa kebijakan ini sebaiknya ditunda dulu sampai kita benar-benar siap dan produsen dalam negeri siap untuk menggantikan keramik-keramik Cina yang datang itu,” tegasnya.