fin.co.id - Kita memasuki bab terakhir era kreator yang tak menggunakan AI. Bab selanjutnya akan diisi oleh seniman yang mendayagunakan AI. Penulis, pelukis, musisi, filmmaker hanya akan survive jika mereka menggunakan Artificial Intelligence.
Demikian dinyatakan Denny JA, membuka launching buku yang unik, di Jakarta (26/7/2024). Ini buku kumpulan puisi yang dimusikalisasi oleh Artificial Intelligence. Menurut Denny, ini buku pertama di Indonesia, mungkin di dunia, untuk jenis itu.
Buku berjudul “Ketika Kata dan Nada Berjumpa,” diterbitkan oleh Satupena Jakarta, dengan ketua Nia Samsihono. Para penulisnya adalah para penyair Satupena Jakarta. Yang menjadi penata musiknya, dengan menggunakan AI, adalah Akmal Nasery Basral.
Turut menjadi pembicara, di samping Akmal dan Linda Djalil, juga Wina Sukardi dengan moderator Dwi Sutarjantono.
Peluncuran buku dan diskusi berlangsung di Nomu Kafe, Mahakam, Jakarta (26/7/2024). Di gedung itu pula dipamerkan 186 lukisan Denny JA dengan asisten AI.
Denny JA mengutip berita di ABC bulan Juni 2024. Sekitar 200 musisi dan pencipta lagu yang tergabung dalam Artists Rights Alliance, menulis surat terbuka. Termasuk dalam jajaran musisi itu adalah Bon Jovi dan Stevie Wonder.
Mereka menyuarakan keprihatinan atas dampak negatif AI terhadap hak cipta dan keberlangsungan profesi musisi.
Baca Juga
Protes ini berfokus pada beberapa alasan utama. Para musisi menyoroti masalah devaluasi musik, di mana AI menciptakan karya yang sangat mirip dengan lagu-lagu yang ada tanpa izin atau kompensasi yang adil kepada pencipta asli.
Mereka juga menekankan pentingnya melindungi hak cipta dan memberikan kompensasi yang layak bagi musisi yang karyanya digunakan sebagai bahan pelatihan untuk AI.
Tuntutan untuk menghormati hak cipta tentu harus diakui dan dihormati. Namun, realitasnya adalah bahwa penggunaan AI dalam berkarya kini tak lagi bisa dihindari.
Teknologi ini telah menjadi bagian integral dari berbagai aspek kehidupan kreatif, dari penulisan hingga komposisi musik dan seni visual.
Menurut Denny JA, ke depan, kita akan melihat pembelahan yang semakin jelas di antara dua kelompok kreator: mereka yang menggunakan AI dalam berkarya dan mereka yang tidak.
Fenomena ini terjadi tidak hanya di dunia musik, tetapi juga di kalangan penulis, pelukis, dan seniman lainnya.
Tiga alasan utama mengapa kreator yang menggunakan AI akan menjadi dominan adalah:
1. *Efisiensi dan Produktivitas Tinggi:* AI memungkinkan kreator untuk menghasilkan karya dengan lebih cepat dan efisien. Alat-alat AI dapat mengotomatisasi tugas-tugas berulang dan teknis, sehingga kreator dapat fokus pada aspek-aspek kreatif dari pekerjaan mereka.