fin.co.id - Rupiah diprediksi masih mengalami tekanan, sebagai imbas dari merosotnya ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan bank sentral Federal Reserve (The Fed) menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat bulan Mei 2024.
Mengutip data Bloomberg pada Rabu 12 Juni 2024 pukul 09.05 WIB, kurs rupiah sedang diperdagangkan di level Rp16.295 per dolar AS, melemah 4 poin atau 0,02% dibandingkan akhir perdagangan Selasa sore (11/6) di level Rp16.291 per dolar AS.
Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra mengatakan bahwa potensi pelemhan rupiah hari ini masih terbuka.
"Rupiah masih terkena efek ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS yang menyurut," kata Ariston dalam keterangan tertulis pagi ini.
Pada saat ini pelaku pasar sedang menantikan rilis data penting AS, hari ini. Pelaku pasar mewaspadai data inflasi konsumen AS bulan Mei dan pengumuman kebijakan moneter AS yang baru.
"Data inflasi AS yang masih meninggi dan sikap the Fed yang masih mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan bisa mendorong penguatan dolar AS lagi," ujar Ariston.
AS akan merilis data inflasi periode Mei 2024. Saat ini konsensus memperkirakan headline inflation akan stabil di 3,4% yoy dan inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.
Baca Juga
Jika data inflasi keluar meleset dari perkiraan, kemungkinan terburuk akan berujung pada kebijakan ketat bank sentral AS masih akan dipertahankan lebih lama dari perkiraan. Pasar kini semakin pesimis jika pada tahun ini tidak akan ada pemangkasan suku bunga.
Menurut perhitungan perangkat CME FedWatch Tool, pada pertemuan pekan ini yang akan berlangsung sehari setelah rilis inflasi sudah 97,8% peluang mempertahankan suku bunga. Sementara pemangkasan suku bunga pada September kian menyusut menjadi 46,6%, yang pada akhir pekan lalu masih di atas 50%.
The Fed juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga.Ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed kini sudah semakin mundur dari perkiraan. Jika pada pertemuan kali ini nada the Fed masih hawkish, maka gejolak di pasar keuangan, terutama di emerging market kemungkinan besar masih berlanjut.
Pagi ini dari China telah dirilis data inflasi konsumen yang menunjukan deflasi di bulan Mei. Deflasi ini bisa berarti konsumsi di China menurun yang bisa diartikan negatif oleh pasar. Ini tentu bisa memberikan sentimen negatif ke aset berisiko termasuk rupiah.
"Potensi pelemahan rupiah hari ini ke arah Rp16.300 - Rp16.330 per dolar AS, dengan potensi support di kisaran Rp16.250 per dolar AS hari ini," pungkas Ariston. (*)