JPPI Sebut PPDB Jalur Zonasi Tak Ciptakan Pemerataan, tapi Ketimpangan

fin.co.id - 11/06/2024, 16:45 WIB

JPPI Sebut PPDB Jalur Zonasi Tak Ciptakan Pemerataan, tapi Ketimpangan

Ilustrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

FIN.CO.ID - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, jalur zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) menimbulkan masalah baru, yakni ketimpangan. Padahal, tujuan awal dari diadakannya jalur ini adalah menciptakan pemerataan pendidikan.

"Filosofi zonasi itu memang pemerataan. Siapa pun tidak pandang berprestasi atau tidak, punya kelebihan tertentu atau afirmasi tidak, pokoknya yang dekat dengan rumah itu punya kesempatan yang lebih untuk bisa masuk sekolah," kata Ubaid pada Diskusi Media Mencegah Praktik Korupsi Penerimaan Siswa Baru, Senin 10 Juni 2024.

Pada awal diterapkannya, kuota zonasi sebesar 90 persen dan terus berkurang dari tahun ke tahun hingga saat ini sebesar 50 persen. Ubaid mengungkapkan, tujuan pemerataan dari jalur zonasi ini justru menciptakan ketimpangan kaerna sistem rebutan kursi.

"Zonasi yang tujuannya pemerataan itu, pemerintah menginginkan bahwa semua anak rata, punya kesempatan yang sama untuk sekolah," lanjutnya.

Hal ini dapat terwujud apabila jumlah anak yang hendak sekolah sama dengan jumlah kursi yang tersedia. Namun kenyataannya, jumlah kursi lebih sedikit dibanding dengan jumlah calon siswa yang mendaftar.

"Maka yang terjadi adalah PPDB ini sistemnya rebutan kursi, kompetisi karena bangku kurang, mutunya timpang, kemudian tidak ada jaminan kepastian," ujarnya.

Tak ayal, orang tua memiliki kepanikan untuk segera mendaftarkan anaknya hingga situs pendaftaran eror pada awal-awal pembukaan. "Di kota-kota yang lain begitu hari pertama, hari kedua, hari ketiga dikasihnya error, orang tua langsung panik," ujarnya.

Kendala pendaftaran ini lantas turut memperluas peluang CPDB tidak lolos karena ada orang lain yang lancar, tapi ada yang error. "Kalau misal ada kepastian jaminan semua anak Indonesia kebagian kursi, pasti mau sistemya eror ya santai saja," imbuhnya.

Ubaid menyimulasikan PPDB di DKI Jakarta yang tidak tertampung di SMP sebanyak 80.000 dan 90.000 untuk jenjang SMA/SMK. Walaupun menggunakan skema PPDB Bersama dengan melibatkan swasta, kata Ubaid, itu hanya menampung tambahan kursi 8426 kursi.

"Gagal di PPDB Bersama dan PPDB di sekolah negeri, mau tidak mau ada 161.797 anak yang pasti masuk swasta," tandasnya.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menambahkan, sistem rebutan kursi yang diakibatkan kekurangan kuota ini karena ada pertimbangan terkait kualitas sekolah.

"Karena kualitasnya tidak sama, akhirnya orang berebut kursi. Harus negeri yang favorit," tandasnya.

Meski orang tua tidak bisa menyediakan pendidikan negeri untuk semua anak, ia menekankan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan.

"Kalau swasta dan negeri kualitasnya sama, saya rasa orang tuanya waras saja. Dia akan pergi ke sekolah yang kira-kira bisa menjamin anak-anaknya ke jenjang berikutnya lebih baik," tambahnya.

Sekadar diketahui, jalur zonasi pertama kali dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi pada 2017. Namun, oleh menteri penggantinya yakni Nadiem Makarim dilanjutkan hingga saat ini.

Mihardi
Penulis