News

2 Mahasiswa Ajukan Uji Materiil UU Batas Usia Kepala Daerah, Tak Ingin Pemimpin Karbitan

fin.co.id - 11/06/2024, 17:08 WIB

Ilustrasi - Pelantikan kepala daerah terpilih

fin.co.id - Mahasiswa hukum UIN Syarif Hidayatullah bernama Fahrur Rozi dan Antony Lee dari Podomoro University mengajukan uji materiil Pasal 7 Ayat (2) huruf [e] UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap Pengujian Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang Kepastian Hukum.

Uji materiil ini buntut dikeluarkannya Putusan MA Nomor 23 Tahun 2024 yang dinilai menimbulkan inkonsistensi dan interpretasi ganda sehingga menyebabkan keragu-raguan dalam pelaksanaannya.

Hal ini karena Pasal 4 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 menafsirkan bahwa batas usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.

"Namun pada Putusan MA No. 23/2024, yakni terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih," ungkap kuasa hukum pemohon, M. Zainul Arifin, SH, MH di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 11 Juni 2024.

Baca Juga

Akibatnya, terdapat dua penafsiran yang berbeda terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf [e] UU No. 10 Tahun 2016.

Hal ini dikhawatirkan membuka celah pelanggaran hak konstitusional berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Lantas, uji materiil ini bertujuan memastikan tafsir mana yang benar dengan memanggil para pihak pembentuk UU tersebut sehingga didapatkan jawaban secara komprehensif dan diketahuilah secara original intent alasan dibentuknya norma tersebut.

"Memanggil Presiden Joko Widodo dalam hal ini sebagai representatif dari eksekutif, Ketua DPR Puan Maharani sebagai representatif anggota legislatif, dan KPU untuk memberi keterangan terkait dengan legal listening," tambahnya.

"Kalau kita baca pasal 7 ayat 1 sudah jelas bahwa di situ (batas usia) sejak didaftarkan, sejak ditetapkan jadi calon," tegasnya.

Baca Juga

Antony Lee, salah satu mahasiswa yang mengajukan permohonan turut hadir dalam penyerahan berkas di MK hari ini, menyampaikan alasannya melakukan langkah ini.

"Seperti yang sudah dijelaskan kuasa hukum, intinya saya ingin memiliki pemimpin yang bermoral dan bermartabat," tandasnya.

Zainal menjelaskan, bermartabat dan bermoral dalam hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Tidak mau mendapat pemimpin yang karbitan tiba-tiba muncul," tambahnya.

Kendati demikian, ia memastikan tidak ada intervensi dari partai tertentu.

Pihaknya hanya ingin memastikan bahwa norma yang dipermasalahkan tersebut sesuai dengan risalah undang-undang dan konstitusi.

Khanif Lutfi
Penulis
-->