News . 10/06/2024, 16:52 WIB
“YANG bukan penyair boleh ambil bagian”. Kredo dari Puisi Esai itu menjadi pintu masuk yang hangat bagi anak-anak muda yang awam dengan puisi dan dunia kesusasteraan untuk ikut terlibat.
Hal itu saya sampaikan dalam salah satu sesi diskusi yang digelar dalam rangkaian Festival Sastra dan Puisi Esai ke-3, di Kota Kinabalu, Sabah, pekan pertama Juni 2024.
Saya sendiri baru mengenal dan mempelajari Puisi Esai pada tahun 2022 lalu, atau 10 tahun setelah Puisi Esai muncul. Saya jatuh cinta pada puisi esai saat “pandangan” pertama, yakni kredo dari Puisi Esai itu sendiri.
Kredo seperti ini membuat saya merasa nyaman. Saya merasa diterima dengan apa adanya, tanpa perlu merasa malu dan ragu, karena belum ada “gelar” penyair di pundak saya. Saya juga tidak perlu merasa takut dihakimi karena belum banyak bersentuhan dengan sastra sebelumnya.
Ibarat tumbuhan, saya baru menjadi tunas dalam Puisi Esai. Namun pengalaman bertumbuh dengan Puisi Esai membawa saya pada perjalanan jauh. Bukan hanya perjalanan dalam dunia tulis menulis, melainkan juga perjalanan batin dan kepekaan yang mendalam akan situasi sosial yang sudah ataupun sedang terjadi.
Sebagai contoh, batin saya terusik ketika saya membaca berita mengenai satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak bungsunya memutuskan untuk bunuh diri bersama akibat sang ayah frustasi terlilit utang di Malang, Jawa Timur, pada awal 2024. Sebelum bunuh diri, sang ayah meninggalkan catatan di cermin, berupa pesan bunuh diri yang ditujukan pada anak sulungnya, yang masih berusia 12 tahun.
Mereka yang bunuh diri, namun hati saya yang ikut hancur. Semakin banyak fakta-fakta kejadian nahas itu saya baca, semakin terusik batin dan pikiran saya. Saya pun membuat semacam situasi imajinatif di kepala saya, mengenai kira-kira bagaimana kegusaran sang ayah beberapa jam sebelum menenggak racun bunuh diri. Atau bagaimana remuknya hati sang anak sulung yang ditinggalkan seorang diri, saat menemukan keluarganya tak lagi bernyawa dan yang tersisa hanya pesan terakhir di cermin.
Setelah saya sadari, imajinasi semacam itu terasah di pikiran saya, sedikit banyaknya berkat Puisi Esai. Dari imajinasi, yang merupakan campuran fakta dan fiksi itu, saya bisa menuangkannya dalam kata-kata puitis yang mudah dicerna, dan itulah Puisi Esai.
Dari situasi imajinatif tersebut, saya membuat cuplikan Puisi Esai.
Cermin pun seakan enggan menunjukkan muka Tak terkira lagi seberapa dalam duka
Ditelan Sang Kakak hingga tak lagi air mata bisa diseka_
_”Kakak jaga diri
Papa, Mama dan Adik pamit pergi”_
Menurut saya, Puisi Esai merupakan sebuah formula yang tepat untuk mengasah kepekaan batin, melatih daya imajinasi, serta menumpahkannya dalam bentuk tulisan yang kaya fakta dan fiksi. Formula ini menarik dan dibutuhkan terutama oleh kalangan anak muda di era saat ini, di mana teknologi berkembang dengan begitu pesatnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com