FIN.CO.ID - Perkara dugaan pengadaan alat kesehatan (alkes) fiktif dengan nilai puluhan miliar yang menyeret Direktur PT Mediasi Delta Alfa (MDA) Arianto sebagai terdakwa bakal digelar pada Selasa 11 Juni 2024 di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Sidang lanjutan itu beragendakan pembacaan tuntutan perkara tersebut.
Hal itu seperti dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu 9 Juni 2024. Sidang bakal digelar di ruang Kartika mulai pukul 10.00 sampai dengan selesai waktu setempat.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin bakal membacakan putusan perkara itu setelah sebelumnya Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan pada Selasa 28 Mei 2024. “JPU Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) menuntut 10 bulan penjara terhadap terdakwa Arianto,” demikian dilansir dari Antara.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa Arianto yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Banjarmasin menyatakan mengajukan nota pembelaan atau pledoi melalui penasihat hukumnya.
Baca Juga
- Divonis Pekan Depan, Ini Alasan Jaksa Tuntut 10 Bulan Penjara Terdakwa Alkes Fiktif
- Gempa 5,1 Magnitudo Guncang Manado, Tak Berpotensi Tsunami
JPU menuntut terdakwa Arianto hukuman 10 bulan penjara karena mempunyai itikad baik untuk membayar dana transaksi kerja sama pengadaan Alkes sesuai kesepakatan pascamenerima dana Rp39,8 miliar dari Irhami selaku korban. MDA telah membayar sejumlah Rp28,3 miliar dalam 16 kali pembayaran kepada korban melalui Rizal Rahman. Dengan demikian, sisa kerja sama yang harus dibayarkan sejumlah Rp11,5 miliar.
Dari setiap transaksi pembayaran yang dilakukan oleh Rizal Rahman dan PT MDA, Irham beberapa kali menerima fee sejumlah Rp400 juta. “Ini juga diakui oleh pihak Irhami, yakni M Khaerudin yang juga menerima fee dalam setiap pembayaran di dalam persidangan hingga sebesar Rp2,8 miliar,” katanya.
Dalam perkara ini, Tim JPU mendakwa Arianto melanggar dakwaan kesatu, yakni Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau dakwaan kedua, yaitu Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sekadar diketahui, terdakwa Arianto dituduh memalsukan kop surat, stempel, nama, dan NIK pegawai hingga tanda tangan pegawai. Terdakwa diduga memalsukan dokumen lima instansi, yakni Universitas Padjadjaran Bandung, Dinkes Surabaya, RS Islam Faisal Makassar, RSUD Anutapura Palu, dan RS Budi Mulia Bitung.
Baca Juga
- KPPU Cari Penyebab Tingginya Harga Bawang Putih di Sumut
- Gempa 5,8 Magnitudo Guncang Papua Pegunungan, Ini Penjelasan BMKG
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq