News . 31/05/2024, 19:18 WIB
FIN.CO.ID - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Alasannya, iuran 3 persen merupakan angka yang besar bagi buruh.
"Bagi pemerintah melihat 3 persen itu angka yang sedikit, kalau dikalikan sekian ratus juta orang yang akan menyumbang sudah berapa?" tanya Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban saat konferensi pers di Jakarta, Jumat 31 Mei 2024.
BACA JUGA:
Dalam hal ini, Elly mencontohkan pada pekerja di Jakarta yang digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR) 2024 sekitar Rp5.060.000 apabila diwajibkam untuk iuran Tapera sebesar Rp126.000 per bulan, dalam setahun sekitar Rp1,2 juta.
"Kami harus menabung itu dan kami tidak tahu kapan kami bisa mengambil. Karena itu diwajibkan dari usia 20 sampai 58 tahun," ujarnya.
Kemudian, kata Elly, di era fleksibilitas tenaga kerja saat ini tidak ada yang bisa menjamin seseorang akan bekerja sampai usia 58 tahun. Terlebih, para pekerja padat karya yang sebagian besar upahnya masih di bawah Rp2 juta.
"Kami serikat buruh menolak ini, dan kalaupun kita liat juga dari pengusaha juga sepakat (menolak) juga dari teman-teman (buruh) di berbagai provinsi sudah mengatakan kita tidak bisa, tolong upayakan untuk pemerintah membatalkan atau setidaknya merevisi," tuturnya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya tujuan dari program ini baik agar kebaikan seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin, agar punya rumah. "Saya punya niat menolong orang yang berkekurangan, tapi jangan dibebankan kepasa mereka-mereka yang tidak mampu untuk subsidi silang," tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, beban pungutan yang ditanggung pengusaha saat ini sebesar 18,24% sampai 19,75%. Hal ini mencakup Jamsostek, JHT, jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun, dan jaminan sosial Kesehatan.
"Jadi kalau misalnya ada penambahan lagi tentu saja ini akan semakin bertambah bebannya," katanya, Jumat 31 Mei 2024.
Menurut Shinta, seharusnya pemerintah mengoptimalkan penggunaan dana dari iuran yang selama ini dibayarkan pekerja untuk jaminan sosial. Dalam BPJS Ketenagakerjaan terdapat pos Jaminan Hari Tua (JHT) sebear 30%, menurut dia, dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk manfaat layanan tambahan (MLT), salah satunya untuk perumahan.
"Jadi ini sudah jalan dari BPJS Ketenagakerjaan, ini sudah jalan programnya, dan jumlahnya juga sudah besar, itu sudah hampir Rp136 triliun ya, dari total 30% dari total JHT," tuturnya.
Berdasarkan ketentuan, kata dia, Tapera mengharuskan masyarakat menabung untuk membiayai proyek perumahan rakyat sebesar 3 persen dari upah atau pendapatan mereka. Sedangkan, para pemberi kerja harus menanggung 0,5 persen sesuai dengan amanat dasar hukum UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Para pekerja dan pemberi kerja juga masih dibebani sejumlah kewajiban iuran lainnya, seperti PPH 21 sebesar 5-35 persen sesuai dengan penghasilan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan (JHT) sebesar 5,7 persen yang ditanggung perusahaan 3,7% dan pekerja 2 persen.
Belum lagi BPJS Kesehatan dengan besar potongan 5% dengan tanggungan perusahaan 4% dan pekerja 1%, serta Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com