Catatan Dahlan Iskan . 06/05/2024, 06:00 WIB

Visa Diaspora

Penulis : Ari Nur Cahyo
Editor : Ari Nur Cahyo

Inilah terobosan untuk memanfaatkan diaspora Indonesia. Baik di bidang investasi maupun kekayaan intelektual.

Rasanya ide visa seumur hidup merupakan terobosan praktis. Lebih mudah dilaksanakan daripada warga negara ganda.

Tiongkok punya cara yang lain: kepada perantau Tiongkok memberikan kartu ''panggilan pulang kampung''. Dengan kartu itu mereka tidak perlu menunjukkan paspor di imigrasi. Cukup menunjukkan kartu tersebut.

Beberapa negara Eropa menerbitkan visa emas. Sejenis visa jangka panjang. Khususnya bagi para investor dengan nilai investasi tertentu.

Rupanya pemerintahan Jokowi akan terus menciptakan gol di masa injury time.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 5 Mei 2024: Spesialis Permenkes

Mirza Mirwan

Barusan seorang pembaca senyap CHD (bukan Mas Sekcam) yang selalu kepo dengan kasus Trump dan Perang Israel-Hamas bertanya: Seandainya Donald Trump dipenjara apakah masih bisa ikut pilpres? Konstitusi AS hanya menetapkan tiga syarat untuk menjadi presiden: warganegara kelahiran AS (natural-born citizen), sekurang-kurangnya berusia 35 tahun, dan sekurang-kurangnya sudah menetep di AS selama 14 tahun terakhir. Dalam sejarah pilpres AS pernah terjadi seorang capres berada di penjara sejak masa kampanye. Itu terjadi pada pemilu 2 November 1920, 104 tahun nan silam. Capres tersebut adalah Eugene Victor Debs yang berpasangan dengan Seymor Stedman dari Partai Sosialis Amerika. Sementara capres dari Partai Republik adalah Warren Gamaliel Harding yang berpasangan dengan Calvin Coolidge -- yang memenangi pilpres. Sedang capres dari Partai Demokrat adalah James Middlelton Cox yang berpasangan dengan Franklin Delano Roosevelt, yang di kemudian hari menjadi satu-satunya presiden yang terpilih 4 kali di pilpres AS. Eugene V. Debs sendiri sudah ikut pilpres 4 kali -- 1904, 1908, 1912 dan 1920. Terakhir ia mendapatkan 914-an ribu suara populer, tapi tak mendapat barang satu suara elektoral seperti 3 pilpres sebelumnya. Tetapi, waini, kemudian dalam amandemen ke-14 pasal 3 disebutkan bahwa tak seorang pun boleh menjadi anggota DPR, Senator, termasuk presiden dan wapres bila punya riwayat perbuatan melawan negara atau memberi bantuan kepada musuh negara, dst. (ke atas)

Mirza Mirwan

Tetapi bila mendapat dukungan suara 2/3 DPR dan Senat, hal itu tak jadi masalah. Mahkamah Agung AS pada bulan Maret yang lalu juga menyatakan bahwa pasal 3 amandemen ke-14 itu tak bisa dikenakan pada Trump. Jadi, saya yakin Trump tetap bisa ikut pilpres. Tetapi kemungkinan menangnya kecil. Berbagai polling terbaru kebanyakan mengunggulkan Biden, meski selisihnya tipis saja. Bagaimana kalau Trump yang menang? Apakah ia lantas otomatis bebas dari penjara? Tidak. Ia tetap harus menyelesaikan hukumannya. Kekuasaannya bisa didelegasikan kepada sang wapres.

Liam Then

Kisah ini memantik pertanyaan, betapa sulit dan lama, R&D dibutuhkan dalam hal inovasi, betapa mahal harga dan butuh kesabaran untuk mewujudkannya. Betapa jauh ketertinggalan Indonesia dalam hal teknologi. Dan fakta keras mengapa, negara-negara penguasa ekonomi dunia saat ini bisa menguasai dunia. Mereka Inovatif, pemerintahnya, juga perusahaannya. Indonesia bagaimana? Apakah ada dukungan yang cukup kepada kaum penelitinya? Bagaimana divisi R&D perusahaan di Indonesia? Apakah ada ambisi dan keberaniannyang serupa seperti Nobuo Ogawa sang CEO dari Nichia yang bukan siapa-siapa waktu itu? Bagaimana pula pemerintahnya? Miris kalau pikirkan, jangankan inovasi, atur produksi beras nasional, agar bisa capai swasembada saja, sampai tahun 2024 masih belum bisa. Indonesia sedang terlena dalam keberlimpahan. Terlalu keenakan. Akan tiba masanya, Indonesia jatuh terjerembab kedalam kesusahan, dan semakin tertinggal dari waktu ke waktu, jika tidak diusahakan berubah. Jika kebiasaan korupsi dan kongkalikong tidak diberantas dipucuk kekuasaan, inilah biang penghambat, faktor pembusuk dari dalam, penyakit kanker yang mengancam, eksistensi NKRI.

Liam Then

Ditengah keputusasaan, Shuji Nakamura menghadap ke CEO Nichia waktu itu, Nobuo Ogawa, dan mengajukan proposal. Ia cerita Sony,Toshiba, Panasonic, masih gagal dalam upaya penemuan LED warna biru, bagaimana jika Nichia bisa menjadi yang pertama menemukan. Sang CEO yang telah mengalami kerugian selama sepuluh tahun di divisi semikonduktor, memutuskan untuk berjudi dalam hal ini. Ia alokasikan 15% profit tahunan perusahaan ke divisi R&D Nakamura, senilai 500jt Yen ekuivalen 3jt USD. Sang CEO tahu potensi penemuan baru dibidang LED untuk menggantikan bola lampu. Karena teknologi lampu waktu itu sangat boros energi dibandingkan LED. Singkat cerita setelah lebih 10 tahun, jatuh bangun dengan eksperimen, Shuji Nakamura berhasil menjadi yang pertama menemukan lampu LED warna biru. Dunia tercengang, akhirnya setelah 30 tahun sejak lampu LED pertama ditemukan,tak terhitung ilmuwan yang mencoba, Nakamura ditahun 1992 berhasil menjadi yang pertama menghasilkan LED warna biru. Membuat pendapatan Nichia berganda dalam masa 3 tahun berikutnya. Di tahun 1996 Nichia berhasil mengembangkan lampu LED berwarna putih. Menggandakan pendapatan Nichia dalam 4 tahun berikutnya. Pada tahun 2001, total pendapatan tahunan Nichia bernilai 700jt dollar. 60% nya bersumber dari produksi lampu LED berwarna biru. Capek saya rangkum ceritanya...yang penasaran cerita selanjutnya , silahkan ke YouTube saja. Sangat dramatis, kisah akhirnya Shuji Nakamura bersama 2 saingannya dianugerahi Hadiah Nobel.

Liam Then

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com