Katakanlah 50% pendukung lamanya pergi, karena tak setuju kerja sama Prabowo dan Jokowi, toh masih ada 50% lagi pendukungnya yang tersisa.
Lima puluh persen dukungan itu sudah besar sekali. Sudah cukup kemungkinannya untuk menang. Bahkan cukup untuk menang satu putaran saja.
Kedua, kegigihan Prabowo mengejar matahari untuk mendapatkan mandat menjadi presiden. Denny mengikuti secara khusus sejak Pilpres 2004.
Saat itu Prabowo sudah ikut konvensi Partai Golkar, dan gagal. Lalu Pilpres 2009, Prabowo sebagai calon wakil presiden. Kembali ia gagal.
Kemudian Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo maju sebagai capres. Kembali Prabowo kalah. Ia ikut lagi di tahun 2024.
Kegigihan mengejar matahari ini pastilah ada yang sangat ingin Prabowo wujudkan. Ia menyimpan satu energi besar sekali, ingin melakukan sesuatu bagi negerinya.
Alasan ketiga, “It is NOW or NEVER. Pilpres 2024 ini menjadi THE LAST DANCE, pertarungan terakhir bagi Prabowo. Jika kalah, maka tak ada lagi momen pilpres yang bisa ia ikuti, karena mungkin juga masalah usia.
Ujar Denny, ia ingat sekali waktu jumpa Prabowo Subianto di bulan Mei 2023 itu. Denny menyanyikan lagu It is now or never.' Ini lagu Elvis Presley.
“Pak, lagu ini juga buat Bapak (Prabowo). Kalau Bapak ingin jadi presiden, kesempatannya tinggal sekarang, Pak. Dan harus menang. NOW! Jika tidak, ia NEVER untuk menjadi presiden.
Dengan sendirinya, dalam kesempatan terakhir ini, itu seperti soal hidup dan mati. Semua energi batin terbaik Prabowo akan terpancing keluar.
Keempat, yang membuat Denny juga memilih mendukung Prabowo adalah ia pemimpin konsensus.
Prabowo memiliki karakter kepemimpinan yang memang dibutuhkan di negeri ini.
Itu kemampuan mengubah lawan menjadi kawan. Mengubah penentang menjadi pendukung.
Kita lihat contoh, banyak sekali, jenderal, aktivis, dan tokoh-tokoh yang tadinya menentangnya, tiba-tiba berubah menjadi pendukungnya.
Ia juga berada di pusat spektrum politik. Ia dekat dengan kalangan nasionalis, Islam, dan minoritas.