News . 13/02/2024, 09:18 WIB

Trend Asia Ungkap Emisi Karbon Para Capres Tinggi di Masa Kampanye

Penulis : Afdal Namakule
Editor : Afdal Namakule

Hal itu untuk melihat kedatangan dan keberangkatan pesawat tersebut. Pemantauan dilakukan sejak kampanye dimulai pada 28 November 2023 sampai 4 Februari 2024.

"Yaitu selama 69 hari kampanye atau 92 persen hari kampanye). Jumlah perjalanan udara yang kami analisa sebanyak 235 kali, dengan berbagai tipe pesawat dengan total jarak tempuh 174.108,37 Kilometer (Km)," paparnya.

Ditambahkan, semuanya penerbangan domestik. Namun dia mengakui, tidak semua perjalanan dapat dianalisis.

"Hal itu karena keterbatasan data penerbangan dan adanya upaya menyembunyikan data pesawat yang digunakan di domain publik. Kami menduga, data penerbangan tersebut lebih banyak dari data yang tersaji untuk publik," imbuhnya.

Dia memaparkan, apa yang tersaji adalah puncak dari gunung es emisi penerbangan kandidat. Yaitu terjadi ketimpangan emisi.

"Dimana perjalanan semua paslon ini menghasilkan CO2 setara dengan emisi penerbangan domestik warga satu kabupaten di Papua. Ini sebuah ironi. Para paslon membicarakan masa depan Indonesia di atas private jet," sesal Manager Riset Trend Asia Zakki Amali.

Hal itu membuat mereka berjarak dari penderitaan rakyat. Sebab, masa depan Indonesia dibicarakan di atas kemewahan yang jauh dari situasi sehari-hari rakyat.

"Temuan tersebut sangat jelas menunjukkan ketimpangan emisi. World Inequality Database (WID) mengungkapkan, pada 2019 terdapat 10 persen populasi orang terkaya di Indonesia menghasilkan 11,1 ton karbondioksida ekuivalen per kapita CO2e dari seluruh sektor," jelasnya.

Pada tahun sama, 1 persen populasi orang terkaya di Indonesia menghasilkan 38,7 ton CO2e dari seluruh sektor. Sementara itu, dalam periode sama, per kapita di Indonesia menghasilkan 3,3 ton CO2e.

"Data ini menunjukkan bahwa emisi dari 10 persen orang terkaya Indonesia 3 kali lipat dari rata-rata emisi nasional dan 1 persen orang terkaya mengeluarkan emisi setara emisi dari 12 individu umum," tambahnya.

Jejak karbon dua kelompok ini juga menunjukkan ketimpangan emisi. Data itu menyoroti ketimpangan yang signifikan dalam emisi GRK antara kelompok terkaya dan populasi umum di Indonesia.

"Kelompok-kelompok terkaya memiliki jejak karbon per kapita yang sangat besar dibandingkan dengan rata-rata nasional. Emisi yang dihasilkan oleh kelompok terkaya harus diatasi," terangnya.

Misalnya dengan redistribusi kekayaan atau dengan menaikan pajak untuk orang kaya. Selain itu, tidak mengulangi kebijakan semacam Tax Amnesty yang hanya menguntungkan orang kaya.

Ahmad Ashov Birry menuturkan, tren GRK Indonesia periode 2000-2019 menunjukkan sektor energi menjadi penyebab pertama. Yakni dengan 9.130.242 Gigaton karbondioksida ekuivalen (GgCO2e). (*) 

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com