Prof. Maksum menambahkan bahwa selama masa inkubasi virus rabies, yang umumnya berlangsung selama 2-3 bulan, belum menunjukkan gejala penyakit. Pada masa inkubasi ini virus rabies tidak terdeteksi oleh sistem imun, sehingga tidak menimbulkan respon antibodi.
“Fase selanjutnya adalah masuknya virus rabies ke dalam sel otak. Setelah virus mencapai sistem saraf pusat, virus akan melakukan replikasi dengan cepat dan menyebar luas melalui reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik di otak. Multiplikasi virus di dalam ganglion akan memunculkan gejala awal berupa nyeri dan parestesia. Selanjutnya, virus akan menyebar dari sistem saraf pusat ke organ tubuh lainnya, sehingga berakibat fatal karena terjadi blokade neurotransmiter menyeluruh dan disfungsi neurologi yang luas. Berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa terikatnya virus pada reseptor neurotransmiter asetilkolin bersifat neurotoksik pada sel-sel saraf, terutama pada sistem sarap pusat,” ujarnya.
Gejala Klinis
Menurut Prof. Maksum, gejala klinik umumnya muncul 20-90 hari setelah penderita tergigit hewan yang terinfeksi virus rabies. Gejala awal biasanya mirip dengan flu biasa, termasuk demam, sakit kepala, dan kelelahan. Tahap berikutnya disebut dengan fase prodromal berupa gangguan perilaku berupa gelisah atau kecemasan, gatal-gatal atau rasa terbakar pada tempat gigitan. Setelah itu akan memasuki fase akut, dimana pada fase ini akan terjadi kesulitan menelan, kejang, gelisah, insomnia, dan paralisis otot yang progresif. Tahap selanjutnya adalah fase terminal, dimana pasien akan kehilangan kesadaran dan koma, gagal pernapasan, dan kematian.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan
Menurut Prof. Maksum, hingga saat ini belum ada obat yang efektif yang dapat mengatasi rabies manakala virus telah menyebar masuk ke dalam otak dan sistem saraf pusat. Bilamana sudah muncul gejala penyakit rabies berupa kejang dan kelumpuhan, hampir pasti berakibat fatal. Penanganan kasus hanya dapat diberikan obat simtomatik dan suportif. Oleh sebab itu upaya pencegahan merupakan faktor yang sangat penting untuk melindungi diri sendiri dan hewan peliharaan. Adapun beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah, melakukan vaksinasi hewan peliharaan dengan vaksin rabies secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh dokter hewan, serta menghindari gigitan hewan yang berpotensi menularkan virus rabies.
“Vaksinasi pada hewan peliharaan merupakan langkah pencegahan utama terhadap rabies. Selain itu hindari kontak dengan hewan liar yang berpotensi terinfeksi rabies. Jika seseorang tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies, segera mencuci luka dengan sabun dan air mengalir, kemudian segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dan untuk mendapatkan vaksin antirabies, serta serum antirabies sesuai dengan indikasi. Pada manusia, vaksin antirabies perlu diberikan sesegera mungkin setelah terpapar, sebelum gejala muncul”, tuturnya.
Diagnosis Rabies
Melansir laman https://www.who-rabies-bulletin.org/site-page/diagnosis-rabies Prof. Maksum menjelaskan bahwa untuk uji diagnostik utama yang direkomendasikan oleh WHO sebagai standar emas adalah fluorescent antibody test (FAT). Tes ini didasarkan pada deteksi antigen untuk diagnosis rabies. Spesimen yang diambil dari pasien direaksikan dengan serum antirabies atau globulin yang dilabel dengan senyawa fluorescein isothiocyanate (FITC). Agregat spesifik antigen virus rabies dideteksi fluoresensinya menggunakan mikroskop fluoresensi. Metode deteksi ini akurat, sensitif dan cepat,
“Selain itu, telah dikembangkan metode uji menggunakan teknik reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) yang juga dapat digunakan untuk mendeteksi fragmen spesifik dari genom virus Rabies yang merupakan virus RNA. Teknik RT-PCR ini sensitivitas tinggi dan hasilnya lebih cepat”, tutupnya mengakhiri perbincangan ini.
Universitas Esa Unggul memiliki Fakultas Ilmu Kesehatan yang menawarkan beragam program studi di bidang kesehatan. Fakultas Kesehatan ini dianggap sebagai salah satu fakultas kesehatan terlengkap di Jakarta bahkan di Indonesia.***