Catatan Dahlan Iskan . 14/07/2023, 06:00 WIB
Kelemahan pilihan kedua: baja cair itu harus dikirim ke pabrik yang lebih hilir. Harus ada transportasi baja cair yang sangat panas ke pabrik yang akan mencetaknya.
Direksi memilih yang kedua. Investasi lebih kecil. Pabrik yang sudah ada tetap bisa bermanfaat. Toh jaraknya hanya sekitar 200 meter. Bisa dibangun rel. Baja cair yang panas itu diangkut dengan kontainer khusus. Dikirim lewat rel ke pabrik yang lebih hilir.
Bujang sendiri sudah lama bekerja di KS. Sejak tahun 1975. Yakni sejak umur 28 tahun. Karirnya naik dan naik. Pernah jadi direktur teknik dan pengembangan PT KS. Artinya: ia cukup ahli dalam hal memilih teknologi. Lalu, di tahun 2007, Bujang menjabat direktur utama.
Memang di dunia pabrik baja lebih banyak yang pakai pilihan pertama. Sekitar 70 persen. Tapi banyak juga yang memilih seperti pilihan Bujang.
PT KS lantas menunjuk kontraktor dari Tiongkok. Yakni konsorsium MCC Ceri. Sifatnya BOT. PT KS terima jadi. Pembangunannya berlarut-larut. Harga baja lagi nyungsep.
Akhirnya: proyek ini berhasil dibangun. Tapi tidak kunjung bisa diserahterimakan. Memang sudah dilakukan commissioning. Sudah beberapa bulan. Commissioning belum selesai. Masih sekitar 5 bulan lagi.
Di tengah commissioning ini muncul masalah. PT KS minta uji coba diteruskan sampai bisa berjalan. Kontraktor minta ada pembayaran.
Saya tidak tahu detailnya, siapa yang salah. Mereka lantas membawa urusan ini ke lembaga arbitrase internasional. Belum ada putusan siapa yang salah.
Mungkin saja pabrik itu akan bisa jalan. Mungkin juga tidak. Belum pernah dilakukan uji coba sampai tuntas.
Saya juga tidak tahu bagaimana bunyi kontrak antara PT KS dan Ceri. Mengapa untuk melakukan uji coba (commissioning) bisa saling sandera seperti itu. Lantas, siapa yang harus menanggung kerugian akibat tertundanya rencana produksi. Apakah itu tanggung jawab kontraktor atau KS.
Pengadilan tidak memeriksa sampai ke sana. Pengadilan arbitrase-lah yang akan melihat semua itu. Maka bentuk kerugian negara di perkara ini masih berupa potensi.
Kelak, kalau arbitrase menyebut semua itu kesalahan KS, barulah kerugian KS sangat nyata.
Tentu harus dilihat lagi: apakah kesalahan itu karena ''kebodohan'' dalam membuat kontrak, atau karena ada kesengajaan untuk tujuan keuntungan pribadi.
''Kebodohan'' di situ bisa saja akibat kurang teliti. Atau kurang berpengalaman dalam melakukan kontrak internasional.
Bagi perusahaan sebesar KS mestinya bukan soal ''kebodohan'' dan bukan kekurangan pengalaman.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com