Beliau adalah dzurriyat/keturunan Rasulullah SAW dari cucunya yang bernama Sayyidina Husein, putra Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra.
Shalawat Asyghil sering beliau panjatkan saat Doa Qunut pada waktu Salat Subuh.
Beliau hidup di masa akhir pemerintahan Khilafah Bani Umayyah dan awal pemerintahan Abassiyah.
BACA JUGA: Isu Hengkangnya Rizky Ridho Santer Terdengar, Manajer Persebaya Surabaya Buka Suara
Ketika itu, kehidupan politik tidak stabil.
Bahkan penuh konflik antara penguasa dengan rakyatnya.
Shalawat Asyghil berarti 'sibuk'.
Tujuannya untuk memohon rahmat Allah SWT untuk Rasulullah SAW dan juga untuk memohon keselamatan dari kezoliman para penguasa zolim, serta orang-orang zolim yang membersamanya.
BACA JUGA: Waspada Lur! Begini Cara Amoeba Pemakan Otak Masuk ke Tubuh Manusia, Jaga Hidungmu...
Shalawat ini dimaknai sebagai permintaan kepada Allah SWT, agar para penguasa yang zolim disibukkan oleh permasalahan di antara mereka sendiri.
Sehingga kaum muslim bisa mencapai hal yang diinginkan.
Hal ini bisa dilihat dari makna atau arti sholawat asyghil itu sendiri yakni 'benturkanlah orang zolim dengan orang zolim' pada kalimat وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ
Seiring berjalannya waktu, Shalawat Asyghil dikenal dengan sebutan Shalawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Ba'alawy’ (wafat 1122 H).
BACA JUGA: Apa Itu Amoeba Pemakan Otak? Kenali Gejala Infeksi, Obat dan Cara Mencegahnya
Shalawat ini tercantum dalam kitab kumpulan shalawat oleh Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Ba'alawy, yakni al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-Bariyyah.