JAKARTA, FIN.CO.ID - Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan kepada Presiden Joe Biden bahwa Arab Saudi telah bertindak untuk mencegah terulangnya kesalahan seperti pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi.
Dalam kunjungannya ke Saudi pada Jumat (15/7), Biden memberi tahu Pangeran Mohammed bahwa dia menganggapnya bertanggung jawab atas pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul, tak lama setelah bertukar pukulan dengan penguasa de facto kerajaan.
(BACA JUGA:
Anda Hobi Mencabut Bulu Hidung? Baca Ini Dulu)
"Presiden mengangkat masalah ini ... Dan putra mahkota menjawab bahwa ini adalah episode yang menyakitkan bagi Arab Saudi dan itu adalah kesalahan yang mengerikan," kata Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir.
Dia mengatakan semua orang yang didakwa atas pembunuhan tersebut sudah dibawa ke pengadilan dan dihukum dengan hukuman penjara.
Badan-badan intelijen AS percaya putra mahkota memerintahkan pembunuhan Khashoggi, tetapi Saudi membantah tuduhan itu.
Jubeir, yang berbicara kepada Reuters tentang pertemuan antara kedua pemimpin, mengatakan putra mahkota telah menyinggung tindakan AS yang mencoba memaksakan nilai-nilainya kepada negara lain, dapat menjadi bumerang.
(BACA JUGA:
Presiden Jokowi Minta Permudah NIB Bagi UMKM, Ini Kata Pengamat Ekonomi)
"Itu tidak berhasil ketika AS mencoba memaksakan nilai-nilai di Afghanistan dan Irak. Faktanya, itu menjadi bumerang. Tidak berhasil ketika orang mencoba memaksakan nilai-nilai dengan paksa pada negara lain," kata Jubeir, mengutip pernyataan pangeran yang dikenal sebagai MbS dari Antara, Minggu, 17 Juli 2022.
"Negara memiliki nilai yang berbeda dan nilai-nilai itu harus dihormati," kata MbS kepada Biden.
Pertemuan antara Biden dan MbS menyoroti ketegangan yang membebani hubungan antara Washington dan Riyadh atas beberapa masalah, termasuk Khashoggi, harga minyak yang tinggi, dan perang Yaman.
Biden telah berjanji untuk menjadikan Arab Saudi sebagai "paria" di panggung global atas pembunuhan Khashoggi pada 2018, tetapi pada akhirnya memutuskan kepentingan AS lebih besar untuk peningkatan hubungan dengan Saudi, sebagai pengekspor minyak utama dunia.
(BACA JUGA:
Soal Nasib 3.000 Karyawan Holywings, Hotman Paris: Masih Kita Tangani)
"Yang Mulia mengatakan kepada Presiden bahwa kesalahan seperti ini terjadi di negara lain dan kami melihat kesalahan seperti ini dilakukan oleh Amerika Serikat di Abu Ghraib (penjara di Irak)," kata Jubeir.
Pangeran Mohammed juga mengangkat isu pembunuhan jurnalis Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh selama serangan Israel di Tepi Barat.
Abu Akleh, yang bekerja untuk jaringan Al Jazeera, ditembak di kepala pada 11 Mei 2022 saat melaporkan serangan Israel di Kota Jenin, Tepi Barat yang diduduki.
Warga Palestina percaya dia dibunuh dengan sengaja oleh pasukan Israel.
(BACA JUGA:
Waspada! Kajian BNPB Sebut 18 Kecamatan di Jakarta Rawan Banjir)
Israel menyangkal tentaranya menembaknya dengan sengaja, dan mengatakan dia mungkin terbunuh oleh tembakan tentara yang salah atau tembakan yang ditembakkan oleh seorang pria bersenjata Palestina.
Jubeir menolak tuduhan bahwa Arab Saudi memiliki ratusan tahanan politik.
"Itu sama sekali tidak benar. Kami memiliki tahanan di Arab Saudi yang telah melakukan kejahatan dan diadili oleh pengadilan kami dan dinyatakan bersalah," kata dia.
"Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol," ujar dia.
(BACA JUGA:
Rans Nusantara FC Ditekuk Persija Jakarta 2-4, Rahmad Darmawan Akui Kualitas Skuad Macan Kemayoran)
Sikap AS terhadap Saudi telah melunak sejak invasi Rusia ke Ukraina awal tahun ini, yang memicu salah satu krisis pasokan energi terburuk di dunia.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq