WASHINGTON, FIN.CO.ID - Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan misi perdamaian, tidak serta-merta menghalangi ambisi Rusia untuk menguasai Ukraina.
Vladimir Putin disebut-sebut masih ingin merebut sebagian besar Ukraina, hal ini disampaikan oleh Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat Avril Haines.
Dikutip Reuters, Avril Haines, menguraikan penilaian intelijen AS saat ini tentang perang antara dua negara yang telah berlangsung 4 bulan ini.
"Singkatnya, gambarannya tetap sangat suram dan sikap Rusia terhadap Barat semakin keras," kata Haines dalam konferensi Departemen Perdagangan dikutip Reuters, Sabtu 2 Juli 2022.
(BACA JUGA: Di Hadapan Putin, Jokowi: Indonesia Siap Jembatani Perdamaian Ukraina-Rusia)
Adapun Presiden Ukraina Volodymyr Zelinskiy pada pekan ini mengatakan kepada Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin G7 lainnya bahwa dia ingin agar perang berakhir pada akhir tahun ini.
Namun Haines menyebut, bahwa Putin masih ngotot ingin menguasai sebagian besar Ukraina meskipun pasukan Ukraina sempat mengalahkan upaya Rusia untuk merebut ibu kota Kyiv pada Februari lalu.
"Kami pikir dia (Vladimir Putin) secara efektif memiliki tujuan politik yang sama dengan yang kami miliki sebelumnya, yaitu dia ingin menguasai sebagian besar Ukraina," kata Haines.
(BACA JUGA: Beda Perlakuan Saat Putin Sambut Jokowi Dibanding Emmanuel Macron)
Sementara Haines menilai, saat ini pasukan Rusia telah alami degradasi dari medan pertempuran sehingga tidak mungkin mereka dapat mencapai ambisi Putin untuk kuasai Ukraina dalam waktu dekat.
"Kami melihat keterputusan antara tujuan militer jangka pendek Putin di bidang ini dan kapasitas militernya, semacam ketidaksesuaian antara ambisinya dan apa yang dapat dicapai militer," katanya.
Skenario lainnya termasuk terobosan besar Rusia dan Ukraina berhasil menstabilkan garis depan sambil mencapai keuntungan kecil, mungkin di dekat kota Kherson yang dikuasai Rusia dan daerah lain di Ukraina selatan.
"Selama periode ini, kami mengantisipasi bahwa mereka akan lebih bergantung pada alat asimetris yang mereka miliki, seperti serangan dunia maya, upaya untuk mengendalikan energi, bahkan senjata nuklir untuk mencoba mengelola dan memproyeksikan kekuatan dan pengaruh secara global," kata Haines.
(BACA JUGA: Poin-Poin Penting Hasil Pertemuan Jokowi-Putin di Kremlin)
"Untuk sementara, pasukan Rusia tidak mungkin dapat melakukan beberapa operasi simultan," lanjut Haines.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq