JAKARTA, FIN.CO.ID - Usai Majelis Hakim memvonis terdakwa Herry Wirawan seumur hidup, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengharapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding.
Alasan HNW (sapaan akrabnya), bandingnya JPU lantaran tidak mengabulkan tuntutan hukuman mati dan sanksi kebiri.
JPU, disarankan mengajukan ke pengadilan tinggi demi keadilan dan bukti nyata keseriusan pemberantasan kekerasan serta kejahatan seksual terhadap anak.
(BACA JUGA: LPSK Bilang Vonis Herry Wirawan Paling Berat, Bisa Jadi Yurisprudensi Hakim ke Pelaku Rudapaksa Lainnya)
"Dengan demikian, keadilan hukum dan keseriusan pemberantasan kejahatan seksual dapat benar-benar diperjuangkan dan diwujudkan,” kata HNW di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022.
Menurutnya, hukuman seumur hidup yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, kepada Herry Wirawan selaku terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati tidak memenuhi rasa keadilan.
HNW, mengaku menyesalkan keputusan majelis hakim tersebut.
(BACA JUGA: Tragis! Model Majalah Dewasa Novi Amelia Bunuh Diri Lompat dari Lantai 8 Apartemen Kalibata City)
"Di tengah maraknya kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak-anak, serta keseriusan pemerintah bersama DPR RI mengundangkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hakim tidak menjatuhkan vonis maksimal sesuai tuntutan jaksa," ujarnya.
Kejahatan seksual yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 korban, menurutnya sangat biadab.
Sehingga, layak mendapatkan sanksi hukum maksimal, seperti hukuman mati dengan pemberatannya.
Ia menyampaikan bahwa kejahatan yang dilakukan Herry secara berulang sejak 2016 sampai 2021 berdampak serius kepada para korban.
Karena, sembilan korban pemerkosaan tersebut di antaranya melahirkan di usia belia.
"Putusan hakim memberikan hukuman seumur hidup dengan alasan keadilan bagi korban, justru tidak bisa memenuhi keadilan untuk para korban sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak yang masih berlaku,” ujar HNW.
Menurutnya, vonis seumur hidup yang tidak diperberat dengan hukuman kebiri dan penyitaan harta sebagai kepedulian terhadap para korban adalah hukuman yang tidak memenuhi keadilan publik.