Ongko Laokao

fin.co.id - 21/01/2022, 09:40 WIB

Ongko Laokao

Logo Disway

Ongko pun ikut dagang kertas. Sama-sama barang lembaran, kertas tidak serumit tekstil. Di tekstil terlalu banyak corak. Setiap muncul corak baru, corak lama kurang laku. 

Uang banyak mati di stok lama. Padahal kian lama kian banyak corak baru. Kian cepat pula pergantian corak itu.

Beda dengan di kertas —yang hanya 

punya dua corak: putih dan putih sekali. Atau cokelat tebal dan cokelat tipis. Baru belakangan ada kertas aneka-warna.

Dari dagang kertas itu Ongko menyalip teman di seberang jalan: naik ke industri kertas. Ongko membangun pabrik kertas sendiri. Papanya kurang setuju, tapi Ongko ingin lebih maju dari sang papa. 

Pabrik itu ia bangun di Kertosono. 

Kok jauh dari Surabaya?

"Harus dekat dengan pabrik gula. Bahan bakunya ampas tebu," ujar Ong Mardi Hartono, anak laki-laki satu-satunya dari lima anak Ongko. 

Otomatis Mardi yang jadi pimpinan puncak di Jaya Kertas sekarang ini.

Waktu itu pabrik kertas tidak diizinkan berdekatan. Agar tidak rebutan ampas tebu dari pabrik gula yang sama. 

Pabrik kertas Pakerin di Mojokerto. Surya Kertas di dekat pabrik gula Sidoarjo. Pabrik Kertas Leces di wilayah timur Jatim, dekat Probolinggo.

Pabrik Jaya Kertas terus berkembang. Apalagi di zaman beli-beli secara online sekarang ini. Diperlukan kian banyak kertas pembungkus.

Lalu berkembang lagi ke pabrik kertas tisu. Zaman ini seperti tidak bisa hidup tanpa tisu. Paperless memang sudah lama diramalkan bakal terjadi. Tapi dua jenis kertas itu kian diperlukan.

Wajah Mardi sangat mirip papanya. 

Demikian juga postur tubuhnya. Empat adik wanita Mardi pun ikut menjalankan pabrik. 

Admin
Penulis