PKB Setuju Ambang Batas Pencalonan Presiden 5-10 Persen, Hilal Sudah Mulai Kelihatan

fin.co.id - 16/12/2021, 11:26 WIB

PKB Setuju Ambang Batas Pencalonan Presiden 5-10 Persen, Hilal Sudah Mulai Kelihatan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid menilai, penurunan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) dapat mencegah terjadinya politik identitas.

Atas alasan tersebut, kata Jazilul Fawaid, partainya mengusulkan Presidential Threshold menjadi 5-10 persen.

PKB juga mengajak parpol lainnya untuk bersama-sama menyuarakan adanya revisi terbatas UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu, khususnya terkait besaran PT.

"Jika presidential threshold diturunkan, itu memungkinkan tercegahnya politik identitas dan munculnya calon-calon yang diturunkan. Tapi (revisi UU Pemilu) terbatas pada presidential threshold, jangan juga kepada parliamentary threshold," kata Jazilul, Kamis, 16 Desember 2021.

Ia menilai, penurunan PT selain mencegah politik identitas dan polarisasi seperti yang terjadi pada Pemilu 2019, dapat membuat pilihan publik semakin beragam sehingga lebih kompetitif.

Menurut dia, melihat solidnya koalisi parpol saat ini, jika dikehendaki bersama maka revisi terbatas UU Pemilu sangat mungkin dilakukan.

Ia juga menyoroti banyak nama bakal calon presiden yang sudah mulai bermunculan di masyarakat padahal Pemilu Presiden 2024 masih tiga tahun lagi.

"Kalau istilah di NU itu, 2022 hilal sudah mulai tampak sekian derajat, calon presiden itu sudah mulai kelihatan, tetapi belum bisa berbuka, baru kelihatan. Ini masih ikhtilaf (beda pendapat) ini hilal beneran atau bukan, tetapi kalau terjadi revisi UU Pemilu, PT diturunkan itu akan lebih tampak," ujarnya.

Dia juga menyoroti fenomena yang terjadi saat ini yaitu banyak nama capres dideklarasikan padahal tidak memiliki partai politik sementara itu untuk bisa maju sebagai capres, diperlukan "tiket" dari parpol dengan minimal PT sebesar 20 persen.

"Saya pikir tahun 2022 kalau betul agendanya pemilu itu Februari 2024, maka Februari 2023 itu sudah pendaftaran maka 2022 kita bisa disebut sebagai tahun politik," katanya.

Selain itu, dia berharap di tahun politik 2022, kesolidan koalisi yang ada di parlemen perlu ditingkatkan dan dikelola lebih baik lagi.

Menurut dia, jika tidak dikelola dengan baik maka berpotensi terjadi tarik menarik kepentingan politik masing-masing parpol dan mengganggu kesolidan koalisi parpol di parlemen.

"Kalau ternyata nanti pada 2022 ditandai dengan egoisme masing-masing partai, itu bahaya, dapat merusak pada 2023 dan 2024. Apalagi kalau terjadi politik identitas, saling fitnah, saling jegal," ujarnya.

Karena itu, dia menekankan bahwa meskipun 2022 adalah tahun kulminasi politik, namun hal yang harus dikedepankan adalah kepentingan bersama. (khf/fin)

Admin
Penulis