Firli Bahuri Usul Presidential Threshold 0 Persen, Nawawi: Bukan Hasil Kajian KPK

fin.co.id - 15/12/2021, 20:35 WIB

Firli Bahuri Usul Presidential Threshold 0 Persen, Nawawi: Bukan Hasil Kajian KPK

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menanggapi pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang mengatakan presidential threshold semestinya diturunkan menjadi 0 persen dari sebelumnya 20 persen.

Menurut Nawawi, apa yang disampaikan Firli untuk menekan angka korupsi tersebut merupakan pendapat pribadi, alih-alih berdasarkan kajian KPK.

"Omongan Pak Firli itu merupakan pendapat atau argumen yang bersangkutan pribadi, bukan merupakan hasil kajian kelembagaan KPK," kata Nawawi kepada wartawan, Rabu (15/12).

Meski begitu, Nawawi mengaku menghormati pendapat Firli sebagai bagian dari hak berpendapat setiap warga negara.

Namun, menurutnya, sebagai insan KPK semestinya lebih memerhatikan isu pemberantasan korupsi yang telah menjadi tupoksi lembaga antirasuah.

Isu yang dimaksud Nawawi yakni sistem penyelenggaraan pemilu yang berbiaya tinggi dan berpotensi menjadi sumber perilaku koruptif.

"Materi yang ini yang mungkin KPK bisa ikut berperan melakukan kajian-kajian dan selanjutnya merekomendasikan kajian tersebut kepada Pemerintah dan DPR," kata Nawawi.

Sebelumnya, Firli Bahuri menjelaskan usulannya agar presidential threshold (PT) dijadikan 0 persen. Menurutnya, ketentuan itu dapat menghilangkan politik balas budi yang mengakar di Indonesia akibat biaya politik yang tinggi.

"Jika memang biaya politik mendorong hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold," kata Firli dalam keterangannya, Rabu (15/12).

Pensiunan jenderal polisi bintang 3 itu berpendapat, PT 0 persen dapat menghilangkan mahar politik dan membuat biaya kampanye menjadi lebih murah.

Sehingga, kata dia, pejabat yang nantinya terpilih dapat lebih leluasa bekerja melayani rakyat tanpa memusingkan cara untuk mengembalikan modal politik dan balas budi kepada donatur.

"Jika memang PT telah mendorong politik transaksional dalam bentuk mahar-mahar politik dan biaya politik mahal menciptakan donokrasi maka, pemberantasan korupsi harus diupayakan dengan perbaikan kultur dan sistem pemilihan raya di indonesia yang dipimpin orkestrasinya langsung oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo," ucapnya. (riz/fin)

Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq

Admin
Penulis
-->