JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja memberikan pengarahan dan kritikan kepada jajaran Direksi dan Komisaris Pertamina dan PLN. Cukup banyak yang disampaikan oleh Jokowi, khususnya tentang evaluasi kinerja Pertamina dan PLN, disamping juga dorongan untuk program transisi energi di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan apresiasi atas keterbukaan yang disampaikan oleh Presiden tersebut.
“Apa yang disampaikan Presiden dengan begitu gamblang dan terbuka kepada masyarakat, menandakan adanya keterbukaan yang dibangun oleh pemerintah saat ini. Saya sangat mengapresiasi langkah tersebut. Dengan demikian kita/masyarakat bisa melakukan kontroling terhadap apa yang disampaikan oleh Presiden kepada Pertamina dan PLN,” ujar Mamit Setiawan di Jakarta, Senin (22/11/2021).
BACA JUGA: Transisi Energi Jadi Pilihan Sulit di Tengah Oversupply Listrik, Pemerintah Harus Ciptakan Demand
Terkait dengan point-point arahan yang disampaikan oleh Jokowi, menurut Mamit apa yang disampaikan sudah tepat dan menjadi catatan bagi PLN dan Pertamina untuk menindaklanjuti apa yang disampaikan tersebut. Mengingat catatan-catatan tersebut sangat penting terhadap keberlanjutan investasi yang dilakukan.
Perihal sulitnya berinvestasi di BUMN kita, Mamit menyampaikan bahwa kemudahan berinvestasi bukan hanya berada di BUMN tapi juga terkait dengan Kementerian Investasi/BKPM dalam memperlancar dan mempermudah masuknya investasi.
“PLN dan Pertamina saya kira sudah sangat terbuka untuk mencari partner/ investor bagi proyek yang sedang berjalan, sehingga tidak akan memperlambat jika semua syarat sudah terpenuhi. Untuk mencari partner itu bukan hal yang mudah. Butuh penilaian sesuai dengan standar Good Corporate Governance (GCG) dan juga kebutuhan. Investor harus memastikan bahwa mereka mempunyai dana dan juga kapasitas dalam bermitra.” lanjut Mamit kembali.
Terkait dengan rencana pembangunan kilang di Tuban yang disampaikan progresnya masih lambat, Mamit menilai karena pembangunan ini membutuhkan lahan yang cukup besar maka masih terkendala dengan pembebasan lahan. Menurut dia, program pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia pasti ada kendala terhadap pembebasan lahan ini sehingga akan menghambat progress pembangunan.
“Pembebasan lahan ini mesti dilakukan secara bertahap dan perlahan karena luasan area yang dibebaskan besar sekali. Belum lagi Pertamina harus memikirkan juga relokasi terhadap warga yang terdampak. Pastinya membutuhkan waktu untuk menyelesaikan perihal lahan tersebut. Isu soal lingkungan juga bisa mengganggu pelaksanaan pekerjaan pembebasan, padahal sejatinya Pertamina sudah mendapatkan ijin AMDAL dari KLHK untuk pekerjaan tersebut.” papar Mamit kembali.
Menurut Mamit, berjalan secara paralel dengan pembebasan lahan saat ini Pertamina juga sedang melakukan proses pembuat desain engineering (FEED) untuk kilang Tuban sehingga pada saat pembebasan lahan selesai dilakukan bisa dilakukan dengan proses pembangunan konstruksi kilang.
“Jadi, Pertamina sudah berada di jalur yang tepat karena memang sudah dikejar deadline untuk bisa selesai di 2027 untuk Kilang Tuban ini. Apalagi, Pertamina sudah membentuk JV bersama partner yaitu Rosneft dengan adanya Pertamina Rosneft. Semua akan bekerja secara optimal dan terarah” kembali Mamit sampaikan.
BACA JUGA: Eks Dirut Pertamina Blak-Blakan Soal Kebakaran Tangki Kilang Cilacap, Benarkah Ada Unsur Sabotase?
Dia juga berpendapat perihal permasalahan yang terjadi di TPPI. Menurut Mamit,saat ini Pertamina sedang melakukan tender untuk pembangunan petrokimia Olefin yang mana meliputi Basic Enginering Desaign, Front End Engineering Design dimana saat ini sudah ada dua peserta yang kemarin ikut tender awal, yang menang yaitu joint operation Hyundai Engineering Co Ltd-PT Rekayasa Industri-PT Enviromate Technology International-Saipem SpA dan konsorsium Technip Italy SpA-PT Tripatra Engineers and Constructors-PT Technip Indonesia-Samsung Engineering Co Ltd.
Nantinya mereka akan bersaing dalam penyusunan FEED dan penyusunan terkait dengan EPC proyek olefin TPPI ini. Dimana yang paling murah akan dipilih untuk meneruskan pembangunan pabrik olefin ini.