News . 21/11/2021, 10:45 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menanggapi positif arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Direksi dan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) terkait dengan transisi energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Namun demikian, ia meminta pemerintah realistis dalam menjalankan program tersebut, terlebih dalam situasi seperti saat ini, dimana PLN mengalami oversupply yang luar biasa akibat pandemi dan turunnya serapan listrik. Pemerintah pun diminta untuk menciptakan demand atau permintaan listrik, demi membantu BUMN PLN mengatasi oversupply tersebut, sebelum berbicara lebih jauh ke transisi energi.
"Terkait dengan transisi energi tadi seperti disampaikan oleh Presiden bahwa harus mempercepat, itu memang pilihan yang sulit ditengah listrik yang sedang oversupply ini. Seharusnya pemerintah bisa meng-create demand juga, sehingga serapan listrik kita bisa tercapai. Terus juga program untuk mobil listrik ini terus didukung, karena sampai sejauh ini mobil listrik masih cukup mahal, cukup tinggi harganya, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan-kebijakan fiskal, sehingga harga mobil listrik bisa menjadi lebih murah," ujar Mamit kepada awak media di Jakarta, dikutip Minggu (21/11/2021).
Tak hanya menciptakan demand, Pemerintah juga diminta lebih bijaksana dalam menyikapi dorongan transisi energi, terutama dengan memperhatikan situasi dan kondisi di masyarakat saat ini. Menurut Mamit, EBT saat ini harus diakui berbiaya lebih mahal ketimbang energi fosil. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kenaikan tarif dasar listrik yang harus ditanggung masyarakat.
"Memang perlu kita jalankan transisi energi, tapi buat saya tetap kita harus memperhatikan kondisi bangsa dan negara ditengah harga transisi energi atau EBT ini cukup mahal, jangan sampai nanti memberatkan keuangan negara atau memberatkan masyarakat dengan kenaikan tarif dasar listrik," tuturnya.
BACA JUGA: Begini Tiga Strategi PLN Percepat Transisi Energi Baru Terbarukan
Pemerintah juga disebut Mamit harus memastikan dukungan konkrit dari negara-negara maju yang gencar mendorong peralihan energi di negara berkembang seperti Indonesia.
"Jadi perlu ada upaya-upaya sendiri agar transisi ini berjalan dan saya kira tadi sudah clear bahwa negara-negara maju jangan hanya mendorong saja, tapi juga menyediakan sesuai dengan komitmen mereka, berapa besar transisi energi ini bisa berjalan. Tidak mungkin transisi energi bisa berjalan sendiri tanpa bantuan dari semuanya sesuai target. Pemerintah harus tetap realistis dalam menjalankan transisi energi," tegasnya.
Sebelumnya, dalam pidato pengarahan kepada Komisaris dan Direksi PT Pertamina dan PT PLN, di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat, 16 November 2021 lalu, Presiden Jokowi meminta PLN dan Pertamina menyusun target dan rencana yang jelas untuk mewujudkan transisi energi menuju target nol emisi (net zero emission/NZE).
"Kita tahu bahwa transisi energi ini memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu perencanaannya, grand design-nya itu harus mulai disiapkan," kata Jokowi.
BACA JUGA: Pemerintah Siap Dukung PLN Percepat Transisi Energi RI ke EBT
Menurut Jokowi, hal tersebut mesti dilakukan karena suatu saat penggunaan energi fosil akan dihentikan. Sementara, PLN masih menggunakan energi batu bara dalam jumlah sangat besar.
Kondisi ini, kata dia, bisa membuat posisi bisnis Pertamina terancam. Sebab, minyak dan gas mau tidak mau akan terkena imbas akibat penggunaan mobil listrik yang dipastikan akan segera dimulai di Eropa dan negara-negara lainnya.
Maka itu, untuk menghadapi kenyataan tersebut, Jokowi meminta agar PLN dan Pertamina segera menyusun target yang jelas dan terukur.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com