Tubi Burek

fin.co.id - 31/10/2021, 06:15 WIB

Tubi Burek

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

Belum selesai. Belum ada plafonnya —mungkin menunggu Tubi sembuh. Atau menunggu lagu Rindu Tak Sampai itu ditonton 200.000 orang —termasuk dari seluruh pembaca Disway.

Sebenarnya ada secuil tanah di depan rumah itu. Yang bisa saja ditanami 10 batang kaliandra hijau. Begitu banyak tanaman jenis itu di pekarangan tetangga-tetangganya.

Cepat sekali tumbuhnya. Subur sekali daunnya. Bisa dijual untuk makanan kambing. Banyak yang memelihara kambing ottawa di desa itu.

Saya lihat ada satu rumah yang lebih beruntung dari rumah Tubi. Hanya sepelemparan batu jaraknya. Rumah itu lebih mentereng —untuk ukuran desa pinggiran kebun teh.

Rumah itu punya penghasilan tetap dari pohon di halamannya: pohon teh yang tingginya lebih menjulang dari atap rumah.

Saya kaget. Saya kira pohon teh itu ya seperti yang kita lihat: pendek-pendek. Maafkan Anak Alay, ternyata pohon teh itu, kalau dibiarkan, bisa seperti pohon pada umumnya. Tinggi-besar. "Dijual. Benalu teh," bunyi tulisan di papan yang menempel di pohon itu.

Saya pun mendongak. Ups...banyak benalu tumbuh di rerantingan pohon teh besar itu. Daun benalu teh itu laku: saya tidak tahu. Bisa untuk obat: saya tidak tahu.  Semua teman yang ikut ke rumah Tubi ternyata tahu mengenai khasiat daun benalu teh.

Pada saatnya saya akan bertanya ke Prof Dr Mangestuti Agil, peneliti herbal di Unair: benarkah daun benalu teh bisa untuk menyembuhkan banyak penyakit.

Saya memang selalu mem-forward postingan di medsos mengenai khasiat yang dibilang hebat dari satu tumbuhan, umbian atau buah.

Tubi juga pernah mencoba minum benalu daun kelor itu. "Mungkin terlalu banyak. Justru nyesek," katanya. Begitulah kalau air terlalu banyak di tubuh Tubi. Ginjal tidak bisa memprosesnya jadi air kencing. Paru-parunya ikut dipenuhi air. Dan lagi Tubi kan takut kencing.

Tubi sebenarnya pernah mencoba pekerjaan lain: kuli bangunan. Pindah-pindah. Selama tiga tahun. Juga pernah mencari rumput. Untuk dijual ke peternak kambing. Tapi hatinya sudah sepenuhnya pindah musik. Pekerjaannya sebagai pengamen membuatnya kenal musik. Ia diajari sesama pengamen memegang gitar.

Perannya pun naik: dari hanya tepuk-tepuk tangan di pinggir jalan ke jreng-jreng pegang gitar. Lalu jadi vokalis. Ternyata ia suka sekali menyanyi. Lalu menciptakan lagu. Di antara banyak sekali ciptaannya, Rindu Tak Sampai itulah yang dianggapnya bernilai 10. Yang di setiap menyanyikannya mendorong linangan air matanya.

"Sebenarnya dia ingin kembali ke saya. Tapi ayahnyi melarangnyi," ujar Tubi. Sampai pun Tubi menantingnyi: pilih ia atau pilih ayahnyi.

"Kalau pilihannya itu saya pilih mati," ujar sang istri seperti ditirukan Tubi.

Sejak itu Tubi berusaha melupakannyi. Apalagi, dua tahun lalu, si dia sudah menjadi istri orang. Tubi ketemu gadis itu ketika sang gadis masih SMP. "Saya sering lewat depan sekolahnyi," kata Tubi.

Admin
Penulis