JAKARTA - Wacana Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bisa mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dari unsur non-parpol mencuat.
Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, DPD telah menggagas perbaikan sistem tata negara dalam amendemen ke-5 Konstitusi.
LaNYalla mengatakan, sudah seharusnya DPD menjadi saluran masyarakat yang menginginkan hadirnya calon presiden dari unsur non partai.
"Dorongan itulah yang membuat kita untuk menggulirkan ikhtiar untuk mengembalikan atau memulihkan hak konstitusional DPD dalam mengajukan pasangan capres-cawapres," kata LaNyalla, Rabu (27/10).
Ia mengatakan, disebut memulihkan, karena jika melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif, hilangnya hak DPD untuk mengajukan kandidat capres-cawapres adalah kecelakaan hukum yang harus dibenahi.
Dulu, lanjut LaNyalla, sebelum amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih MPR yang terdiri atas DPR dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan.
Artinya, baik DPR maupun unsur utusan daerah dan utusan golongan sama-sama memiliki hak mengajukan calon.
DPD lahir melalui Amendemen perubahan ketiga, menggantikan utusan daerah. Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat dan ini menjadikan DPD sebagai lembaga legislatif Non-Partisan yang memiliki akar legitimasi kuat. Sehingga hak DPD untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah rasional," kata LaNyalla.
LaNyalla juga mengungkap hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) yang dirilis pada 22 Mei 2021 lalu. Hasilnya, 71,49 persen responden menyatakan calon presiden tidak harus kader partai.
"Studi ini harus direspon dengan baik. DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden tersebut," kata dia.
Selain itu jika partai politik yang representasinya adalah anggota DPR, dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres, maka DPD RI sebagai representasi daerah idealnya mendapat kesempatan yang sama.
Apalagi anggota DPD sebanyak 136 orang, yang duduk di Senayan juga dipilih melalui Pemilu, dengan dapil setingkat provinsi.
"Harus diingat juga bahwa negara ini bukan dilahirkan oleh partai politik, di mana negara ini lahir dari proses perjuangan komunitas civil society, mulai dari kerajaan Nusantara hingga komunitas pergerakan, pesantren, ulama, cendekiawan serta organisasi masyarakat sipil lainnya. Sehingga sangat wajar, bila entitas masyarakat madani dari kalangan non partai politik memiliki saluran politik untuk menjadi pemimpin bangsa," katanya.