JAKARTA - Sebanyak 60 persen pelaku UKM di Indonesia mengalami pencurian informasi pelanggan oleh pelaku kejahatan. Ketika UKM beralih digital, mereka menjadi target pelaku kejahatan. Bisnis digital menyebabkan terbukanya banyak informasi yang bisa jadi sasaran peretas. Dalam setahun terakhir, 33 persen UKM di Indonesia juga mengalami insiden siber.
"Selain itu, UKM yang sudah mengadopsi teknologi digital menghasilkan lebih banyak data. Nah, data-data ini sangat berharga bagi pelaku kejahatan. Hal tersebut mendorong UKM untuk berinvestasi pada solusi dan kemampuan memastikan mereka dapat menjaga bisnis di bidang keamanan siber," kata Direktur Cisco Indonesia Marina Kacaribu, di Jakarta, Minggu (24/10).
UKM Indonesia yang mengalami serangan siber melihat alasan utamanya adalah karena solusi keamanan siber yang dianggap tidak memadai mendeteksi atau mencegah serangan.
Selain kehilangan data pelanggan, UKM di Indonesia yang mengalami insiden siber juga kehilangan data karyawan (63 persen), email internal (62 persen), informasi bisnis yang sensitif (60 persen), informasi keuangan (54 persen), dan kekayaan intelektual (54 persen).
"UKM harus bisa mendeteksi, menyelidiki, dan memblokir atau memulihkan sendiri insiden siber yang terjadi, dalam waktu sesingkat mungkin," timpal Director Cybersecurity, Cisco ASEAN, Juan Huat Koo.
Untuk itu. dibutuhkan solusi yang mudah diterapkan dan digunakan, terintegrasi dengan baik satu sama lain. Selain itu, UKM juga membutuhkan visibilitas yang jelas di seluruh basis pengguna dan infrastruktur IT-nya. Termasuk cloud dan penerapan ‘as a service', dan mengambil pendekatan platform untuk keamanan siber.
Sementara kabar baiknya, UKM saat ini telah memiliki tingkat investasi yang kuat dalam keamanan siber. Studi menunjukkan bahwa 74 persen UKM Indonesia telah meningkatkan investasi mereka dalam solusi keamanan siber sejak awal pandemi. (rh/fin)