JAKARTA - Pemerintah harus mengkaji ulang aturan PCR sebagai syarat perjalanan udara. Alasannya, sebaran laboratorium yang mampu melakukan PCR belum merata di seluruh kota atau kabupaten di Indonesia.
Anggota DPD RI Hasan Basri mengatakan, pengkajian ulang terhadap syarat itu harus dilakukan karena harga yang ditetapkan untuk pelaksanaan tes PCR mahal.
Hasan menegaskan, dulu, aturan ini sudah mulai tertata khusus Jawa-bali. Cukup dengan antigen. Harusnya yang diperluas dengan antigen.
"Jangan malahan menjadikan mundur lagi ke belakang dengan mensyaratkan PCR. Masyarakat yang sudah melakukan vaksin 2 kali, seharusnya cukup memperlihatkan antigen atau sertifikat vaksin yang ada di PeduliLindungi. Janganlah pemerintah mempersulit masyarakat,” tegasnya.
Hasan Basri menilai, beberapa hari ini banyak masyarakat bersuara karena bingung dengan aturan baru PCR sebagai syarat semua penerbangan ini. Masyarakat mempertanyakan kenapa dalam kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin membaik, tapi justru tes perjalanan semakin ketat.
“Jangan sampai masyarakat berpikir kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, justru untuk mengambil keuntungan pihak-pihak tertentu akibat dari PCR ini. Saya setuju syarat yang dari luar negeri wajib PCR kembali saat tiba di Indonesia dan karantina, namun untuk penerapan PCR kepada masyarakat harus dikaji dengan serius,” lanjutnya.
Menurut Hasan, tes PCR seharusnya digunakan hanya sebagai instrumen pemeriksaan bagi suspect Covid-19.
Lebih lanjut HB menerangkan jika ketentuan tersebut berlaku akan semakin menyulitkan masyarakat yang hendak bepergian dengan transportasi udara.
“Masyarakat juga bertanya-tanya mengapa PCR dijadikan metode screening, padahal PCR ini alat untuk diagnosis Covid-19,” ujarnya, ikutip Sabtu (23/10).
Hasan Basri mengatakan, jika memang alasan kebijakan mobilitas diperbaharui karena semakin luasnya pembukaan operasional sektor sosial kemasyarakatan, maka seharusnya dikeluarkan dengan tupoksi kewenangannya.
“Kementerian saat ini bebas membuat surat-surat edaran yang bukan tupoksinya, jika larangan terbang atau syarat terbang maka cukup yang keluarkan surat adalah Kementerian Perhubungan, jika soal kesehatan ya Kementerian Kesehatan, menyangkut kerumunan/pergerakan silahkan Kementerian Dalam negeri yang buat, sehingga negara ini dikelola dengan baik," tandasnya. (khf/fin)