JAKARTA - Kritikus Faizal Assegaf menilai, resolusi jihad yang diklaim merupakan fatwa dari Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari, hanya politik identitas dan berpotensi mengaburkan sejarah.
Sebab menurutnya, perlawanan terhadap penjajah di Surabaya pada zaman itu dilakukan oleh pelbagai lapisan masyarkat. NU saat itu bukan pelopor tunggal.
"Resolusi Jihad yang diklaim Hasyim Asyari dan NU over dosis, lebih pada ekspresi politik identitas dan berpotensi mengaburkan fakta sejarah. Perlawanan atas penjajah di Surabaya, NU tidak hadir sebagai pelopor tunggal. Jangan nafikan partisipasi dari keragaman kekuatan rakyat pada saat itu!" ujar Faizal, Sabtu (23/10/2021).
Faizal mengatakan bahwa arsip sejarah yang dapat dikonfirmasi sesuai fakta sejak Oktober - November 1945, Hasyim Asyari dan NU tidak menonjol, apalagi diklaim secara irasional.
"Dokumen 'Resolusi Jihad' mewakili segelintir kelompok yang ikut berpartisipasi pada arus besar kesadaran kolektif rakyat. Bukan hanya NU!" ucapnya.
Dia mengungkapkan, merujuk pada fakta-fakta dokumen yang dihimpun secara utuh dalam buku: Kronik Revolusi Indonesia, tidak ada fakta soal Hasyim Asyari dan Revolusi Jihadnya.
"Justru Bung Tomo dan seluruh rakyat bergerak secara sadar tanpa klaim embel-embel ormas apapun," ujar Faizal.
Dia mengimbuhkan, saat itu partisipasi gerakan perlawanan terhadap penjajah datang dari seluruh golongan tanpa ada embel-embel ormas tertentu.
"Tidak hanya NU, partisipasi gerakan parlawanan rakyat datang dari seluruh golongan. Kaum muslim yang ga ada embel-embel NU, Katolik, Kristen dan Tionghoa dll," katanya.
"Kebiasaan mengklaim sejarah untuk mengkultuskan Hasyim Asyari dan NU tanpa verifikasi, harus dihentikan! Rakyat sudah cerdas," tutup Faizal Assegaf. (dal/fin).