JAKARTA- Imam Islam Center New York, Shamsi Ali menolak pemberian nama tokoh sekuler Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan di Jakarta. Sebab menurutnya, Ataturk bukan saja sekuler, tetapi juga anti agama. Hal ini tidak sesuai dengan Indonesia yang berketuhanan.
"Pengusulan nama Kemal Ataturk untuk menjadi nama jalan di sebuah daerah utama Jakarta itu tidak bisa diterima bahkan mencurigakan. Kemal Ataturk itu tidak saja sekuler tapi anti agama. Semua yang berbau agama ingin di musnahkan. Lalu sesuaikah dengan Indonesia yang berketuhanan?" ujar Shamsi Ali, Kamis (21/10/2021).
Shamsi mengatakan, pemberian sebuah nama tentu punya nilai filosofi. Sementara Kemal Ataturk tidak punya manfaat atau pelajaran yang dipetik dari sejarah kepemimpinannya. Dia gagal dalam negerinya dan luar negeri dalam mewujudkan demokrasi.
"Sebuah nama tentu punya nilai filosofi yang ingin disampaikan. Ada kelebihan, Ada manfaat, ada pelajaran. Kemal Ataturk itu gagal dalam dan luar negeri. Gagal mewujudkan Demokrasi. Di zamannya bukan rakyat yang punya suara. Rakyat direpresi oleh militer. Inikah yang ingin disampaikan?" ujarnya.
Shamsi Ali juga tidak sepakat bila Kemal Ataturk disamakan dengan Bung Karno. Sebab Bung Karno berhasil membangun demokrasi di dalam negeri dan luar negeri.
"Di luar negeri Kemal Ataturk apa yang berhasil? Keinginannya saja ingin jadi bagian Eropa/NATO nggak diterima. Padahal sudah jual kehormatan, merendahkan diri kepada Eropa. Beda dengan Bung Karno yang dihormati oleh dunia. Siapa yang tidak ingat beliau dengan gagasan GNB?" ucap Shamsi Ali.
"Karenanya tidak usah dipaksakan untuk sesuatu yang tidak manfaat. Bahkan mengusik sensitifitas masyarakat luas," sambungnya.
Dia menambahkan, penamaan Kemal Ataturk tidak sejalan dengan nilai Pancasila yang berketuhanan. Apalagi sadar akan kenal Ataturk yang membumi hanguskan Islam di negeri itu.
Lebih lanjut dia khawatir, setelah Ataturk, bisa saja muncul keinginan China untuk beri nama jalan di Jakarta dengan tokoh komunis Mao Zedong.
Khawatirnya kalau ada yang memang sengaja testing the water. Setelah Ataturk, nanti Kedutaan kita mengusulkan ke pemerintahan China memasang nama jalan dengan nama tokoh kita. Lalu China akan memasang siapa di Indonesia? MAO? Sekarang nama jalan setelah itu patung?" ujarnya.
Dia mengatakan, ukuran hubungan kerjasama antar negara itu bukan dari pemberian nama jalan.
"Di Paksitan (Karachi) itu Ada nama jalan Soekarno. Tapi bukan itu ukuran hubungan RI dan Pakistan…Jadi jangan ngotot dengan sesuatu yang hanya kontroversial" pungkasnya. (dal/fin).