News . 12/10/2021, 21:44 WIB

Kejagung Bahas Strategi Cegah Fraud Perbankan

Penulis : Admin
Editor : Admin

Berdasarkan report ACFE ada 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median Loss USD 8,300 per bulan, dan ada 29 kasus fraud di Indonesia. Hal ini menunjukan fraud masih ada dan perlu diantisipasi, dan kasus fraud ada di bank milik negara dan ada juga di bank milik swasta.

“Oleh karena itu kami ingin melihat ada strategi pengendalian anti fraud berdasarkan POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud diterbitkan untuk mencegah fraud di dunia perbankan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Dalam aturan POJK tersebut ada 4 (empat) pilar, yaitu pilar I: pencegahan, pilar II: deteksi, pilar III: deteksi, pelaporan dan sanksi, serta pilar IV: pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. Keempat pilar ini sudah cukup kuat untuk mencegah fraud. Strategi Pencegahan di pilar pertama itu perlu dilakukan penguatan.

“Di sini terlihat posisi sentral Kejaksaan, khususnya Jaksa Agung Muda Intelijen bahwa Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di Bank Milik Negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan Negara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Kemudian, dalam strategi anti fraud, dapat disampaikan bahwa langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan. Ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak, sebab penegakan Hukum tidak dapat berjalan sendiri apalagi sendiri-sendiri, dimana persamaan persepsi dan koordinasi kelembagaan mutlak dibutuhkan dalam rangka mendukung keberhasilan upaya pencegahan fraud.

“Kami ingin sampaikan bahwa langkah pencegahan dan deteksi dini pencegahan fraud merugikan negara. Oleh karena itu ini perlu digalakan dalam strategi anti fraudnya. Penanganannya pun memerlukan tenaga dan biaya yang lebih banyak, penegak hukum pun tidak bisa bergerak sendiri-sendiri. Tetapi, harus bersinergi,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Oleh karena itu, persamaan persepsi dan bagaimana kita melakukan koordinasi kelembagaan yang mutlak harus dilakukan untuk upaya pencegahan, dan karenanya kami berterima kasih kepada Himbara sudah melakukan beberapa pertemuan dan mencoba menyamakan persepsi ini sehingga telah dilakukan pendandatanganan Nota Kesepahaman Tentang Sinergi Pencegahan Fraud Pada Bank Milik Negara dan Perjanjian Kerjasama Tentang Sinergi Pencegahan Fraud Pada Bank Milik Negara antara Kejaksaan RI dan Himbara.

Kapus Penkum mengharapkan aparat penegak hukum (Kepolisian dan KPK), dan stake holder yang berkaitan dengan perbankan untuk membangun persamaan persepsi dan kita bersama-sama berkolaborasi dalam pencegahan fraud.

“Sebenarnya yang kita harapkan adalah kolaborasi lintas sektor ini terjadi. Kami mencoba dalam project perubahan ini antara aparat penegak hukum, perbankan dan regulator, ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Agus Dwi Handaya mengatakan sebuah fraud atau kondisi yang terjadi di Perbankan, dilatarbelakangi kondisi saat ini, lalu lintas keuangan yang didorong oleh digitalisasi dan perkembangan bisnis ke sektor lain, dan tidak ada sekatan-sekatan antar berbagai sektor.

“Ada 3 hal yang mendasari terjadinya fraud di dunia perbankan, yaitu adanya sekatan, dorongan, dan tekanan. Dan hal yang paling penting adalah Sumber Daya Manusia yang menjalankan proses di dunia perbankan. Karena itulah, yang kami lakukan untuk pencegahan fraud adalah membangun suatu konsep dengan 5 elemen utama yaitu kebijakan dan strategi, proses, organisasi, teknologi, dan sanksi,” ujar Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. mengatakan lima elemen ini harus ada dimana elemen ini ada intinya yang berperan pada sustainbility, akselerasi dan efektivitas dari pencegahan dan penanganan fraud dari aspek SDM dan budaya. Kelima elemen ini bisa berfungsi dengan baik apabila SDM memiliki budaya untuk selalu berintegritas dalam kondisi apapun.

Selanjutnya, Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Achmad Solichin Lutfiyanto menyampaikan pandemi Covid-19 mengubah perilaku nasabah berhubungan dengan bank, dan tentu ini menjadi tantangan bagi Perbankan. Selain itu, jumlah nasabah yang masih konvensional akan beralih ke digital, dan tentu akan menimbulkan perubahan perilaku nasabah.

“Melihat hal tersebut, kami berharap Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memahami perubahan perilaku dan fraud masih ada ke depannya dimana fraud bergeser ke digital dan menimbulkan masalah baru karena semakin massif, ujar Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyampaikan bank berkonsekuensi untuk memperbaiki keamanan dari bank untuk menekan fraud digital semakin turun ke depannya, serta melakukan kolaborasi dan sinergi antar Perbankan, Aparat Penegak Hukum dan nasabah yang menjadi salah satu cara efektif untuk mengatasi fraud digital.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com