News . 14/09/2021, 12:10 WIB
JAKARTA - Publik sempat dihebohkan terkait beredarnya salinan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, sebagai revisi dari Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018. Padahal, salinan Permen ESDM itu diduga bukan salinan resmi atau official dari laman Kementerian ESDM, melainkan bersumber dari laman peraturan.go.id.
/p>
Salah satu sumber Fajar Indonesia Network (FIN) mengatakan, salinan Permen ESDM itu bukanlah official sebagaimana layaknya penerbitan aturan-aturan di Kementerian ESDM lainnya yang selalu terpampang di situs resmi Kementerian. Sumber FIN hanya menyebutkan bahwa salinan tersebut didapatnya dari komunitas pegiat Energi Baru Terbarukan (EBT).
/p>
"Diinfokan hari ini (Senin, 13 September 2021), masih ada pembahasan (Permen ESDM No 26 Tahun 2021) terkait hal tersebut," ujar sumber FIN.
/p>
FIN juga berusaha mengkonfirmasi soal beredarnya salinan Permen ESDM yang diduga "Bodong" tersebut kepada Kepala Biro KLIK Kementerian ESDM, Agung Pribadi untuk menanyakan hal ini. Namun hingga berita ini diturunkan, Agung Pribadi belum menjawab.
/p>
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, ada beberapa hal yang patut dicermati dari beredarnya Permen ESDM Unofficial tersebut.
/p>
"Yang pertama kita perlu mengkonfirmasi bahwa itu memang resmi dikeluarkan oleh ESDM atau EBTKE, itu harus kita pastikan bahwa itu sudah resmi," ujar Marwan kepada FIN, Selasa (14/9/2021).
/p>
Kemudian, kata Marwan, jika masih ragu-ragu terkait kebenaran aturan tersebut, maka sebaiknya tidak perlu diindahkan. Sebab menurutnya, sesuai aturan terbaru, penerbitan aturan di tingkat Menteri atau Dirjen dan juga pimpinan lembaga, saat ini harus sepersetujuan Presiden sebagai pimpinan tertinggi negara.
/p>
"Kita tidak perlu menganggap bahwa itu perlu diperhatikan, dengan asumsi kita masih menunggu konfirmasi dari Presiden, karena adanya Perpres tentang kewajiban mendapatkan persetujuan dari Presiden untuk seluruh peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian dan Lembaga. Harus tunduk kesitu," tegas Marwan.
/p>/p>
Kemudian yang ketiga, lanjut Marwan, kita perlu mengingatkan kalau Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 itu tidak ada persetujuan Presiden.
/p>
"Kita perlu mencari siapa biang kerok utama pelaku penyebaran ini dalam rangka untuk mendapatkan semacam justifikasi agar nanti kalau seandainya masih akan dibahas oleh sekretariat negara dengan Presiden, ini mereka ingin supaya mereka mendapat approval dari Presiden. Ini dibentuk untuk memperlihatkan kalau ini memang sesuatu yang perlu didukung oleh Presiden," ujar mantan anggota DPD RI tersebut. .
/p>
Terakhir, lanjut Marwan, Kementerian ESDM memang harus memperhatikan seluruh stakeholder soal kelistrikan di Indonesia. Karena itu mereka harus tunduk kepada aturan pembentukan perundang-undangan, peraturan nomor 12 tahun 2011.
/p>
"Ini test the water, tapi bisa saja ada oknum-oknum yang sudah punya komitmen di depan, untuk menunjukkan bahwa mereka sudah melakukan sesuatu dan sudah optimal. Kalau akhirnya Presiden gak setuju ya apa boleh buat, bisa saja kan ada kepentingan untuk menunjukkan prestasi atau minimal ada upaya untuk memenuhi target tertentu saja, bukan semuanya," pungkasnya.
/p>
Sebelumnya, beredar salinan Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) No 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, resmi diterbitkan pemerintah.
/p>
Peraturan yang diundangkan tertanggal 20 Agustus 2021 itu merupakan hasil revisi dari Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018, dimana dalam aturan lama, energi listrik Pelanggan PLTS Atap yang diekspor, dihitung berdasarkan nilai kWh Ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65 persen. Perhitungan energi listrik Pelanggan PLTS Atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh Impor dengan nilai kWh Ekspor.
/p>
Sedangkan dalam aturan baru, tarif 65 persen itu kemudian diubah menjadi 100 persen. Hal ini yang kemudian menjadi kontroversial karena dianggap merugikan PLN dan membahayakan keuangan negara. (git/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com