/p>
JAKARTA - Pemerintah diminta tetap berhati-hati terkait kebijakan fiskal. Pengelolaan wajib diawasi. Tujuannya agar tidak melampaui pelebaran defisit APBN sesuai regulasi yang berlaku.
/p>
"DPR mengingatkan relaksasi berupa pelebaran defisit jangan sampai membuat pemerintah terlena," ujar anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhammad Aras di Jakarta, Selasa (7/9).
/p>
Pemerintah perlu melakukan langkah hati-hati dan cermat terhadap kebijakan fiskal yang mengakibatkan pelebaran defisit.
/p>
Batas maksimum pelebaran defisit APBN sebesar 6,34 persen dari PDB. Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2020, hal ini akan berakhir pada 2023 mendatang.
/p>
Menurutnya, kebijakan utang baru yang timbul sebagai bagian dari kebijakan pelebaran defisit harus sesuai dengan kondisi pasar keuangan. Yaitu agar mendapat pembiayaan yang paling efisien.
/p>
Untuk menekan pelebaran defisit, Aras meminta pemerintah mencari sumber-sumber perpajakan baru dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
/p>
"Bila perlu melakukan reformasi kebijakan perpajakan yang disesuai dengan kondisi saat ini.“Di tengah meningkatnya belanja negara terutama dalam menghadapi COVID-19, penerimaan negara perlu ditingkatkan. Ini penting agar defisit tidak semakin melebar," paparnya.
/p>
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyehatkan APBN. Ini dilakukan karena APBN telah menjadi instrumen dalam menjaga perekonomian yang tertekan akibat COVID-19.
/p>
Salah satu cara agar APBN dapat sehat kembali adalah pendapatan negara harus semakin diperbaiki. Yakni melalui reformasi di bidang perpajakan. Selain mendorong penerimaan pajak, cara lain untuk menyehatkan APBN adalah dengan memperbaiki kualitas belanja. Baik pusat maupun daerah.
/p>
Belanja negara harus semakin diperbaiki, efisien, efektif, tidak tumpang tindih. Selain tidak dikorupsi, sekaligus pembiayaan utang harus semakin diturunkan.(rh/fin)
/p>