Hati-Hati Rilis Data Kematian Corona

fin.co.id - 07/09/2021, 17:57 WIB

Hati-Hati Rilis Data Kematian Corona

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

/p>

JAKARTA - Pemerintah diminta berhati-hati merilis data angka kematian akibat COVID-19 secara nasional. Kejujuran dan transparansi sangat dibutuhkan agar proses penanganan dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat.

/p>

"Pemerintah jangan main-main soal data COVID-19. Karena ini merupakan pandemi global. Setiap data yang dipublikasikan di suatu negara disorot dan jadi acuan negara lain," kata Anggota DPR RI Mulyanto di Jakarta, Selasa (7/9).

/p>

Sebab, menyangkut nama baik bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Jangan sampai dunia menganggap Indonesia tidak jujur terkait data kematian COVID-19.

/p>

Mulyanto menyatakan pemerintah merilis data kematian akibat COVID-19 per-tanggal 5 September 2021 sebanyak 135.861 jiwa. Namun, The Economist memperkirakan data kematian akibat COVID-19 di Indonesia lebih besar lagi. Yakni 280 ribu hingga 1,1 juta orang.

/p>

Selain itu, lanjut Mulyanto, beberapa hari sebelumnya Pemerintah Malaysia juga mempertanyakan penurunan jumlah penyebaran dan kematian akibat COVID-19 di Indonesia. Pemerintah Malaysia merasa heran data terkait COVID-19 yang disampaikan Pemerintah Indonesia lebih rendah dari Malaysia. Padahal sebelumnya jumlah kasus COVID-19 Indonesia lebih tinggi dari Malaysia.

/p>

Mulyanto mengungkapkan data lapangan. Terutama di perdesaan. Sebab, ada kecenderungan kematian COVID-19 ditutupi sebagai kematian biasa. Masyarakat, tidak ingin penanganan jenazah korban termasuk penguburannya menjadi berbelit-belit. "Jadi memang cukup masuk akal kalau data kematian COVID-19 yang disajikan pemerintah lebih kecil dari angka yang sesungguhnya," terangnya.

/p>

Menurutnya, persoalan akurasi data adalah masalah yang klasik, hampir di berbagai sektor terjadi. Meski begitu, perbaikan data kematian COVID-19 perlu mendapat perhatian serius pemerintah. "Jika salah data, maka bisa salah kebijakan dan strategi," pungkasnya. (rh/fin)

/p>

Admin
Penulis