JAKARTA- Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko menanggapi tudingan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati yang mengatakan rezim Joko Widodo alias Jokowi, adalah rezim otoriter.
/p>
Budiman Sudjatmiko mengatakan, Asfinawati seharusnya bisa membedakan otoriter dan represif. Dia mengakui, pemerintahan Jokowi represif tapi tidak otoriter.
/p>
"Bedakan otoriter dengan represif. Semua rejim demokratis harus bisa represif untuk menegakkan aturan. Jika tak represif, bisa jatuh bangun dan kacau. Adanya kontrol atau oposisi yang cerdas adalah untuk mencegah jangan sampai jadi otoriter. Pemerintah pak Jokowi represif? Ya. Otoriter? Tidak." ujar Budiman Sudjatmiko, Rabu (1/9/2021).
/p>
Dia berujar bahwa semua pemerintahan yang berpaham demokrasi, akan represif guna menegakkan aturan. terapi represi bukan berarti otoriter.
/p>
"Bedakan represif dgn otoriter, bedakan otoriter dengan totaliter (2 tahun lalu saya buat thread perbedaan keduanya).Pahami itu agar niat baikmu tak jadi bencana karena gak didasari ilmu. Sudah lama manusia jadi korban bencana sosial karena niat baik yang tak didasari ilmu," ungkap Budiman.
/p>
Dia pun mengutip ungkapan Louis Althuser, bahwa negara harus punya 2 jenis aparatus meskipun negara liberal sekalipun: 1. Aparatus ideologis. 2. Aparatus represif.
/p>
"Dulu aktivis 1980-an dan 1990-an suka mendiskusikan perbedaan fungsi kedua aparatus itu dalam tipetipe rezim yang berbeda," ungkapnya.
/p>
"Saya tak tahu apakah teori-teori klasik itu masih suka dibaca dan didiskusikan oleh teman-teman civil society. Saya kira ini perlu dikaji sambil menambahi dengan literatur-literatur terbaru keadaan sosial global sekarang," tuturnya.
/p>
Sebelumnya, Ketua YLBH Asfinawati, mengungkapkan bahwa rezim otoriter tak akan senang dengan kebebasan, tak terkecuali kebebasan akademik.
/p>
“Kalau menurut saya rezim otoriter itu pasti tidak senang dengan kebebasan. Jangankan kebebasan berbicara, pikiran saja kita nggak bisa bebas,” ujar Asfinawati dalam sebuah webinar yang digelar oleh LP3ES pada Selasa, (31/8/2021).
/p>
“Jadi kalau kita lihat ada pemerintah yang mengendalikan pikiran orang, dan mengenalikan kebebasan-kebebasan akademis, itu artinya pasti dia rezim otoriter, tinggal kadarnya seperti apa,” imbuh Asfinawati.
/p>
Asfinawati juga menyebut bahwa rezim otoriter tak mengenal batas zaman. Menurutnya, kecenderungan sebuah pemerintah untuk mengendalikan pikiran masyarakatnya dari waktu ke waktu akan selalu ada. Hanya saja, menurutnya, mungkin derajat otoritarianismenya berebeda-beda. (dal/fin)
/p>