/p>
JAKARTA - Sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim penghujan pada September hingga November ini. Akan tetapi ada empat provinsi yang justru menghadapi bencana kekeringan.
/p>
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi mengatakan empat provinsi di Indonesia akan menghadapi bencana kekeringan. Empat provinsi tersebut yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Jawa Timur.
/p>
"Potensi bahaya yang perlu diantisipasi yaitu berkurangnya persediaan air untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian, kebakaran semak, hutan, lahan dan pemukiman," katanya dalam keterangannya, Rabu (1/9).
/p>
Dikatakannya, pihaknya telah menyampaikan peringatan dini dan langkah-langkah kesiapsiagaan menghadapi bencana kekeringan meteorologis kepada daerah-daerah tersebut.
/p>
Hal ini didukung dengan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai adanya indikasi potensi kekeringan hidrometeorologis hingga dua dasarian ke depan.
/p>
Pertama, pemerintah daerah diminta untuk melakukan pemantauan dan peninjauan lapangan bersama dinas-dinas terkait untuk mengantisipasi dan menangani terjadinya kekeringan serta potensi kebakaran hutan, lahan dan semak.
/p>
Kedua, kepala daerah mengambil langkah-langkah penguatan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat terkait ancaman kekeringan di daerah masing-masing.
/p>
“Memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dampak kekeringan meteorologis sehingga masyarakat dapat menghemat penggunaan air bersih dan juga melakukan budidaya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air,” katanya.
/p>
BNPB juga mengharapkan agar pemerintah daerah aktif dalam mengkampanyekan hemat air, salah satunya dengan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang relatif bersih untuk digunakan kembali.
/p>
Masih terkait dengan langkah kedua ini, Prasinta menekankan pada upaya antisipasi kekeringan dengan penyiapan logistik dan peralatan seperti tangki air bersih dan pompa air di lokasi yang membutuhkan.
/p>
Ketiga, kesiapsiagaan dengan memanfaatkan sistem informasi yang dikelola Lapan dan BMKG, pengecekan serta penyiapan sarana dan prasarana yang membantu pemadaman.
/p>
Dia juga menekankan pada koordinasi antar para pemangku kepentingan dalam kesiapan mekanisme tanggap darurat serta penyiapan untuk mempelajari rencana kontinjensi dan penyiapan rencana operasi. Langkah ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan setempat.
/p>
Keempat, penyiapan call center atau help desk untuk menghubungkan secara cepat laporan dari warga kepada petugas maupun mengembangkan sistem komunikasi serta informasi sampai ke lokasi rawan bencana.
/p>
“Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, mengikuti kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta tetap menjalankan segala peraturan pemerintah terkait percepatan penanganan COVID-19,” ujarnya.