JAKARTA - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) memiliki pandangan terkait pidato Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 yang kemarin disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
/p>
Analis CITA, Fajry Akbar mengatakan, selama pandemi, APBN telah bekerja keras untuk mengatasi pandemi maupun dalam memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan serta menjaga keberlangsungan dunia usaha yang menyerap banyak tenaga kerja. Di tahun 2020, realisasi program Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sebesar Rp575,8 triliun. Sedangkan di tahun 2021, anggaran PEN naik menjadi Rp744,75 triliun.
/p>
"Dalam mengatasi pandemi, Pemerintah memang perlu melakukan banyak perbaikan. Namun dalam mendorong pemulihan ekonomi, pemerintah telah berhasil mengeluarkan ekonomi Indonesia dari jurang resesi. Pada kuartal II tahun 2021 (Q2/2021), ekonomi Indonesia dapat tumbuh 7,07 persen year-on-year. Memang, ada low-base effect yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi naik tinggi. Namun kita juga tak bisa menafikan peran pemerintah melalui APBN dalam mendorong pemulihan ekonomi," ujar Fajry di Jakarta, Selasa (17/8).
/p>
Ia mencontohkan, adanya kebijakan relaksasi PPnBM bagi Kendaraan Bermotor. Kebijakan ini merespon industri alat angkutan untuk tumbuh 45,7 persen di Kuartal II-2021, jauh lebih tinggi dari sub-sektor industri pengolahan lainnya. Sedangkan industri pengolahan sendiri merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi di Kuartal II-2021.
/p>
"Dari sinilah kita dapat melihat peran pemerintah (kebijakan pajak) dalam mendorong perekonomian," ungkapnya.
/p>
Namun demikian, kata Fajry, ada konsekuensi yang hadir dari kebijakan fiskal yang diambil pemerintah. Di tahun 2020, defisit anggaran memburuk dari Rp348,7 triliun di tahun 2019 menjadi Rp947,7 triliun di tahun 2020 atau 6,14 persen dari PDB. Sedangkan di APBN 2021, defisit anggaran diperkirakan sudah membaik menjadi Rp961,5 triliun atau 5,82 persen dari PDB.
/p>
"Meski defisit anggaran ( Persen dari PDB) kita masih lebih baik dibandingkan banyak negara disaat pandemi, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan aspek ketersinambungan fiskal," tuturnya.
/p>
Oleh karena itu, lanjut Fajry, dalam APBN 2022 Pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan fiskal counter cyclical yang mampu mendorong ekonomi namun juga menjaga ketersinambungan fiskal serta mengelolanya secara prudent.
/p>
"Kami setuju dengan arah pemerintah bahwasanya APBN 2022 harus dapat dijadikan dasar atau pijakan dalam konsolidasi fiskal namun menurut kami peran APBN 2022 dalam mendorong perekonomian juga tak boleh dikurangi," tegasnya.
/p>
Berikut pandangan kami terkait NK RAPBN 2022:
/p>
1) Rancangan APBN 2022 menggambarkan optimisme pemerintah dalam menghadapi tahun 2022. Di tahun 2022 perekonomian diproyeksikan membaik sejalan dengan harapan perbaikan kondisi pandemi dan pulihnya aktvitas ekonomi. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 dikisaran 5,0 persen - 5,5 persen. Tentu bukan mengada-ngada bahkan IMF lebih optimis bahwa ekonomi kita diproyeksikan bakal tumbuh 5,9 persen di tahun 2022.
/p>
2) Pemerintah menetapkan defisit anggaran pada RAPBN 2022 sebesar 4,85 persen dari PDB. Dengan demikian, defisit anggaran akan menurun menjadi Rp868 triliun atau turun 9,7 persen dari outlook 2021. Asumsi defisit ini berdasarkan proyeksi penerimaan perpajakan yang naik 9,5 persen sedangkan belanja negara hanya meningkat 0,4 persen.
/p>
3) Pemerintah memproyeksikan penerimaan Perpajakan akan tumbuh 9,5 persen dari outlook 2021. Penerimaan pajak akan meningkat 10,5 persen dari outlook 2021 sedangkan cukai tumbuh 4,6 persen. Penerimaan PPN diproyeksikan naik 10,1 persen sedangkan penerimaan PPh diproyeksikan naik 10,7 persen. CITA melihat target penerimaan pajak masih terlalu optimis melihat aktivitas dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih dan juga kebijakan penurunan tarif PPh badan.
/p>
4) Secara garis besar kami mengapresiasi rencana kebijakan penerimaan pajak di tahun 2022. Bahwasanya melakukan optimalisasi penerimaan tanpa mengganggu pemulihan ekonomi menjadi tantangan tersendiri pada tahun 2022. CITA melihat rencana kebijakan penerimaan pajak pemerintah seperti perluasan basis pemajakan, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, dan evaluasi pemberian insentif sejalan dengan pemulihan ekonomi. Dengan demikian tidak akan menganggu pemulihan ekonomi.
/p>
5) Sedangkan penerimaan PNBP diproyeksikan akan menurun. Penerimaan PNBP dalam RAPBN 2022 menurun -6,7 persen. Dari sebesar Rp357,2 triliun dalam outlook 2021 menjadi Rp333,2 triliun dalam RAPBN 2022. Penurunan ini dikarenakan terjadinya penurunan PNBP SDA Migas dalam RAPBN 2022. Penurunan ini terjadi karena perubahan skema perhitungan SDA migas. Potensi penurunan juga terjadi pada PNBP lainnya, dari Rp117,9 di outlook 2021 menjadi Rp96,8 triliun di RAPBN 2022.