News

Presiden Tiga Periode, MPR: Merusak Iklim Demokrasi

fin.co.id - 31/05/2021, 17:42 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menanggapi isu perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang kembali digulirkan oleh beberapa pihak.

Menurutnya, isu perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode akan mengganggu iklim demokrasi dan konstitusi di Indonesia.

Syarief Hasan menjelaskan, masa jabatan yang terlalu lama berpotensi menuju pada kekuasaan yang absolut dan merusak.

BACA JUGA: Mendagri Perketat Pencegahan Jual-Beli Blanko KTP-e

“Berbagai kajian akademis menyebutkan bahaya dari kekuasaan yang absolut. Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," kata Syarief Hasan, Senin (31/5).

Menurut Syarief Hasan, isu perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode tidak seharusnya terus digulirkan oleh pihak-pihak tertentu.

BACA JUGA: KKB Masuk Tembagapura, Polisi Atur Strategi

"Kami tentu sepemahaman dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa tidak perlu adanya perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode untuk menjaga iklim demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Politisi Partai Demokrat ini pun dengan tegas menyampaikan penolakannya terhadap isu penambahan masa jabatan tersebut.

“UUD NRI 1945 dengan tegas hanya membatasi sebanyak dua periode untuk mencegah pada potensi jebakan kekuasaan yang terlalu lama dan berpotensi merusak demokrasi," jelasnya.

BACA JUGA:  Vicky Prasetyo Pangku Perempuan, Kalina Oktarani: Ya Allah Astagfirullah

Syarief Hasan juga menyebutkan, masa jabatan yang dibatasi hanya 2 periode adalah bentuk koreksi atas sejarah kekuasaan absolut di masa lalu yang tidak boleh terulang kembali.

Pada masa orde lama dan orde baru, kekuasaan absolut dan terlalu lama malah merusak iklim demokrasi dan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ia juga menyebutkan, reformasi sebagai pintu masuk perbaikan tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara menghasilkan kebijakan pembatasan kekuasaan hanya 2 (dua) periode.

BACA JUGA:  Listing Di Bursa Efek, Archi Indonesia Lepas 20 Persen Saham Ke Publik

“Kita harusnya belajar dari sejarah masa lalu dan kami memandang tidak ada sama sekali alasan logis dari isu penambahan masa jabatan tersebut sehingga isu tersebut harus ditolak,” bebernya.

Ia juga menegaskan bahwa MPR RI tidak memiliki agenda untuk melakukan perubahan masa jabatan Presiden.

MPR RI sejak awal tidak pernah memiliki agenda terkait penambahan masa jabatan Presiden dalam rencana amandemen UUD NRI 1945.

BACA JUGA:  Dituduh Jualan Surga Demi Kemewahan Duniawi, Ini Jawaban Yusuf Mansur

Agenda amandamen UUD 45 hanya untuk menghidupkan kembali GBHN/PPHN dan itupun MPR sudah sepakat perlu untuk dilakukan kajian yang lebih mendalam serta sosialisasi yang lebih luas kepada semua pihak.

"Saya selaku Pimpinan MPR RI dari Partai Demokrat akan terus mengawal dan memastikan bahwa tidak ada perubahan pada masa jabatan presiden yang dapat merusak iklim demokrasi dan konstitusi Indonesia," tutupnya. (khf/fin)

Admin
Penulis
-->