JAKARTA - PDI Perjuangan dinilai memiliki orientasi berbeda dengan parpol lain dalam Pemilu 2024 mendatang. Arah politik PDIP kian jelas untuk menjagokan figur tertentu di luar sosok populer seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Dukungan politik internal di PDI Perjuangan terhadap Ganjar Pranowo masih belum aman," Direktur Esekutif Indonesian Presidential Studies (IPS)-Jakarta, Nyarwi Ahmad, di Jakarta, Senin (24/5).
Apa yang disampaikan ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani menunjukkan PDIP mengedepankan model pemasaran politik tradisional. Yakni berbasis pada ideologi parpol. "Di sini parpol ditempatkan sebagai elemen terpenting," imbuhnya.
Menurutnya, parpol yang menganut model ini biasanya lebih mengedepankan kinerja kolektif organisasi parpol sebagai produk politik utamanya. Hal ini berbeda jauh berbeda dibandingkan citra dan kinerja para publik figur yang menduduki jabatan publik. Seperti kepala daerah.
Ada tiga syarat agar model pemasaran politik tradisional yang dijalankan PDIP. Pertama, keanggotaan partai yang kuat dan mengakar. Ini ditandai dengan kepemilikan kartu anggota. Kekuatan PDIP sendiri sendiri belum merata di seluruh Indonesia. Melainkan hanya di Pulau Jawa. Khususnya di Jawa Tengah.
Yang kedua, PDI Perjuangan mampu menata struktur organisasi kepartaiannya tidak hanya sebagai organisasi partai politik. Namun menjadi mesin pemasaran politik yang efektif dan penetratif.
Sedangkan ketiga, para elit PDIP, khususnya yang menjadi publik figur atau menjabat di lembaga-lembaga negara/pemerintahan mampu lebih memasarkan partainya, dibandingkan dirinya.
"Kritik yang disampaikan Bambang Wuryanto kepada Ganjar Pranowo agar tidak terlalu ambisius masuk dalam bursa calon presiden 2024 dapat dibaca sebagai peringatan bagi semua kader PDIP yang saat ini menjadi pejabat publik," urainya.
Peringatan PDIP itu, secara khusus untuk kader-kader yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Yakni agar lebih memasarkan parpoln, bukan memasarkan dirinya saja.
"Namun, sepertinya tidak mudah. Khususnya yang menjadi pejabat publik di lembaga eksekutif. Mereka jelas lebih menonjol, dibandingkan visibilitas kinerja parpolnya," pungkas Nyarwi Ahmad. (rh/fin)