JAKARTA - Proses mediasi kedua antara kubu KLB Demokrat dengan kubu Agus Harimurti Yudhoyono tidak berjalan dengan baik. Jalan panjang sejumlah gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat partai berlambang mersi ini harus ditempuh.
Mantan Ketua DPR 2009-2014 Marzuki Alie mengatakan, proses mediasi yang kedua ini bagian prinsipal baik penggugat maupun tergugatnya. Sayangnya pihak penggugat dalam hal ini AHY hanya diwakili oleh kuasa hukumnya.
BACA JUGA: Polemik KPK, Marzuki Alie Pertanyakan Integritas Firli Bahuri
"ini proses mediasi yang merupakan bagian dari prinsipal di mana tidak boleh diwakili oleh pihak kuasa hukum. Setelah dua kali tidak hadir maka menurut kami pihak penggugat itu sudah memiliki itikad yang tidak baik. Saya tidak tahu penyebabnya apa sehingga penggugat tidak bisa hadir," kata mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Ali kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Marzuki menambahkan dalam kasus gugatan untuk dirinya, sungguh tidak bisa dimengerti. Pasalnya politisi asal Palembang ini justru merasa sedang dizalimi oleh pengurus DPP Partai Demokrat.
BACA JUGA: Gugatan KLB Bukan Gugur, Ini Kata Marzuki Alie
Ia memaparkan, ada empat kezaliman yang dirinya terima. Pertama ia dikhianati. Awal pendirian berkomitmen membangun Partai Demokrat sebagai partai modern, partai terbuka dan bukan dinasti.Namun sejak 2013 sudah mulai mengarah menjadi dinasti. "Sekarang 2021 terbukti menjadi dinasti dengan menempatkan Ketum dan Ketua MT menjadi penguasa tertinggi, diatur sedemikian rupa PD menjadi milk keluarga," katanya.
Kedua ia difitnah dan dituduh ikut menggalang KLB. "Ketiga, saya dipecat dan dituduh sebagai penghianat tanpa proses peradilan partai, dan terakhir dituntut melakukan perbuatan melanggar hukum, yang tidak jelas kejahatan apa yang saya lakukan," bebernya.
BACA JUGA: Novel Baswedan Tidak Lolos Tes ASN?
Marzuki mempertanyakan alasan dirinya dizalimi oleh para kaum muda yang ada di DPP saat ini. Padahal, dirinya salah satu dari pendiri partai dan turut mengenalkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tadinya Nobody menjadi Somebody.Ia menegaskan, selama membangun demokrat dan menjabat sebagai Sekjen, dirinya tidak menerima gaji sedikit pun dari partai.
BACA JUGA: Diabetes Melitus Bisa Disembuhkan?
"Saya ikhlaskan hal itu karena melihat cita-cita pendirian PD itu mulia. Saya tinggalkan jabatan sebagai direktur di perusahaan BUMN. Saya mulai lakukan pelatihan kader PD di seluruh Indonesia. Metode pelatihannya saya buat sendiri yang terdiri dari outbond untuk memahami kebersamaan antar sesama kader, leadership, pemahaman platform partai dan terakhir marketing politik untuk mengenalkan partai dan figur SBY," kata Marzuki Ali.Menurutnya, bagaimana mungkin dia yang membesarkan PD dari nothing menjadi something dan SBY dari Nobody, menjadi somebody dicap sebagai penghianat. Dan yang paling memprihatinkan, penyusunan AD/ART yang melanggar UU Parpol.
BACA JUGA: Innalillahi… Tabungan Rp30 Juta Hasil Usaha Tambal Ban Lenyap dari Rekening BRI
"Tidak ada demokrasi di internal PD karena kekuasaan mutlak yang berada di Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi, menyimpang jauh dari cita-cita awal mendirikan PD," katanya.Oligarki politik dalam sebuah parpol apalagi hanya dikendalikan oleh beberapa orang saja dinilai Marzuki bisa merusak masa depan bangsa. Dan dia menambahkan perdamaian yang diharapkan dari proses mediasi tidak akan mampu mengubah pola pengelolaan demokrat saat ini.
BACA JUGA: Politikus Demokrat ‘Semprot’ Hendropriyono: Jenderal Tua yang Merancang Islamophobia
"Apakah pantas dan patut kita berdamai dengan kelompok yang telah mengkhianati para pendiri dan pejuang PD, juga mengkhianati Bangsa Indonesia karena mereka akan melanggengkan oligarki politik," ujarnya.Ia melanjutkan, perdamaian tidak akan mampu merubah pola pengelolaan Partai Demokrat (PD) yang sudah dikuasai oleh keluarga. Dan sangat bertentangan dengan Pancasila, Konstitusi dan UU Parpol, yang akan membawa bangsa ini ke jurang yang semakin dalam karena negara dikuasai oleh oligarki politik, rakyat tidak akan berdaya. (khf/fin)