JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai Pemerintah tidak dapat membubarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) begitu saja melalui peleburan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Alasannya, BATAN adalah Badan Pelaksana Ketenaganukliran yang diatur dalam UU No.10 Tahun 1997.
"Ini menyangkut urusan kehidupan, keselamatan, keamanan, ketenteraman, kesehatan pekerja dan masyarakat luas, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu restrukturisasi fungsi lembaga ini harus dilakukan secara tepat dan hati-hati," kata Mulyanto, Senin (17/5).
Mulyanto menegaskan dalam UU No.[10/1997](tel:101997) sudah diatur dengan jelas dan spesifik bahwa penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan galian nuklir hanya dilaksanakan oleh Badan Pelaksana (pasal 9).
Di dalam Pasal 43 UU No.[11/2020](tel:112020) tentang Cipta Kerja juga ditegaskan bahwa Bahan Galian Nuklir dikuasai oleh negara.
"Jadi tanpa keberadaan Badan Pelaksana tersebut maka pelaksanaan dan pengaturan urusan ketenagnukliran di atas akan sulit untuk diimplementasikan," ujarnya.
Karena itu, sesuai amanat UU, Pemerintah wajib membentuk Badan Pelaksana (BATAN). Pasal 3 ayat (1) UU No.[10/1997](tel:101997) berbunyi: Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
"Kalau Badan ini dilebur, lalu siapa yang akan menjalankah urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan ketenaganukliran ini," bebernya.
Mulyanto menegaskan status BATAN bukan lembaga litbang yang bisa begitu saja dilebur. Keberadaan BATAN sebagai Badan Pelaksana ketenaganukliran dibentuk oleh UU. Dengan demikian kedudukannya tidak sama dengan lembaga penelitian biasa yang dapat dilebur ke dalam satu kelembagaan baru.
"Eksistensi BATAN semakin hari semakin penting. Pemerintah jangan grasa-grusu dengan rencana pembubaran Badan ini, agar pembangunan ketenaganukliran kita tidak semakin mundur," tandasnya. (khf/fin)