JAKARTA - Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) Rina menyebut pengumpulan dana dalam bank garansi senilai total Rp52,3 miliar adalah bentuk komitmen sejumlah perusahaan yang mendapat izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Meski diakui Rina, pemungutan dana tersebut tidak memiliki dasar hukum apapun. Hal itu diungkapkan Rina saat bersaksi untuk mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor BBL atau benur.
BACA JUGA: 22.230 Benih Lobster Mau Diselundupkan
"Kami berasumsi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP PNBP) akan keluar dalam dua bulan dan akan berlaku surut, tapi ternyata tidak bisa keluar karena semua terhenti untuk UU CK (Cipta Kerja) yang harus diselesaikan dengan cepat. Jadi (bank garansi) adalah komitmen teman-teman eksportir," ungkap Rina dalam persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (21/4).Dalam dakwaan, Edhy Prabowo disebut memerintahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP Antam Novambar untuk membuat nota dinas kepada Kepala BKIPM Nomor: ND.123.1/SJ/VII/2020 tanggal 1 Juli 2020 perihal Tindak lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2020 tengan Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan.
BACA JUGA: Tambah Kapasitas Tempat Tidur Pasien
Kemudian, Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) Habrin Yake menandatangani Surat Komitmen dengan seluruh eksportir BBL sebagai dasar untuk penerbitan bank garansi di Bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor BBL."Saya tidak detail isi komitmennya apa, tapi memang ada mengenai 'bersedia menghibahkan ke negara' kalau PP PNBP tidak terbit," ujar Rina.
Ia pun mengakui pemungutan bank garansi tersebut tidak memiliki dasar hukum.
BACA JUGA: MES Diharapkan Mampu Kembangkan UMKM Syariah
"Dasarnya kesediaan para eksportir saja, dan itu diketahui oleh Pak Edhy," ungkap Rina.Rina bercerita, Edhy Prabowo sempat menanyakan mengapa dirinya belum menerima uang jaminan komitmen dari para pengekspor BBL.
"Pada saat itu Pak Edhy menanyakan kenapa belum bisa terima uang jaminan komitmen dari eksportir ke saya. Saya menjawab kalau tidak bisa memerintahkan tim saya untuk terima kalau tidak ada perintah tertulis. Alasan itu dikuatkan pak Irjen (Irjen KKP Muhammad Yusuf) karena kalau tidak ada dasar tertulis jadi pungli," tutur Rina.
BACA JUGA: Gagalkan Penyelundupan Baby Lobster, Bea Cukai Raih Penghargaan dari BKIPM
Pembuatan perintah tertulis itu pun diproses oleh Biro Keuangan KKP lalu menyerahkannya ke Sekjen KKP Antam Novambar."Sekjen menyampaikan BKIPM untuk menerima komitmen dari teman-teman eksportir untuk melakukan ekspor dengan memberikan jaminan keuangan agar ketika PP PNBP keluar tidak ada yang terutang untuk negara," kata Rina.
Rina mengakui, sesungguhnya komitmen bank garansi tersebut tidak perlu ditarik bila PP PNBP sudah terbit.
BACA JUGA: Lewat Bank Garansi, Edhy Prabowo Kumpulkan Uang Rp52,3 M dari Eksportir Lobster
"Namanya komitmen adalah untuk jaminan pembayaran dan sebetulnya tidak perlu kita tarik kalau PP PBNB-nya sudah jadi, tapi karena belum jadi dan sudah banyak eksportir melakukan ekspor dan supaya hak negara tidak hilang maka beberapa eksportir menyatakan bersedia untuk menitipkan jaminan keuangan untuk ekspor lobster yang sudah dijual. Mereka menyimpan uang yang harusnya ditarik untuk PNBP yang bila peraturannya sudah jadi dan berlaku surut maka uang negara tidak hilang," tutur Rina menjelaskan.Setelah Rina menerima nota dinas dari Antam Novambar tersebut, maka ia pun mengeluarkan surat kepada enam BKIPM KKP di Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, dan Lombok.
"Surat itu saya keluarkan pada 1 Juli 2020 pukul 10.00 yaitu agar kepala balai mengeluarkan surat kuasa untuk menerima jaminan bank dari teman-teman eksportir," ucap Rina.
BACA JUGA: Optimalkan Pengawasan, Bea Cukai Berhasil Amankan Milyaran Rupiah
Ia menyebut total bank garansi yang dikumpulkan dari para pengekspor BBL adalah sekitar Rp52 miliar."Selama ini prosesnya hanya di Jakarta saja, tidak ada bandara lain yang digunakan padahal kami sudah minta teman-teman untuk bersiap terima ekspor BBL, total bank garansi yang terkumpul menurut teman-teman di Cengkareng (Soekarno-Hatta) lebih dari Rp52 miliar," demikian Rina.
BACA JUGA: Maudy Ayunda Masuk Daftar Forbes 30 Under 30 Asia
Diketahui, Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar terkait perizinan ekspor BBL atau benur. Suap diduga diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) dan para eksportir BBL lainnya.Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (riz/fin)