Laju Kasus Corona Bikin Harga Minyak Dunia Tertekan

fin.co.id - 19/04/2021, 09:18 WIB

Laju Kasus Corona Bikin Harga Minyak Dunia Tertekan

 

JAKARTA - Harga minyak dunia kembali terkoreksi, Senin, menyusul peningkatan kekhawatiran pasar akibat lonjakan kasus covid-19 di India dan negara-negara lain yang menyebabkan rendahnya permintaan bahan bakar akibat aktifitas ekonomi yang terpukul.

Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, melemah 43 sen, atau 0,6 persen menjadi USD66,34 per barel pada pukul 08.39 WIB, setelah melambung 6 persen pekan lalu, demikian dikutip dari laporan Reuters, di Tokyo, Senin (19/4).

Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melemah 42 sen, atau 0,7 persen , menjadi USD62,71 per barel, setelah melesat 6,4 persen minggu lalu.

"Dengan kasus virus yang bangkit kembali di India dan Jepang, ambisi untuk bergerak ke atas menemui hambatan aksi ambil untung," kata Stephen Innes, Kepala Strategi Pasar di Axi.

India melaporkan 261.500 infeksi virus corona baru, Minggu, menjadikan kasus hampir 14,8 juta, kedua terbesar setelah Amerika Serikat, yang telah melaporkan lebih dari 31 juta infeksi. Kematian di India akibat Covid-19 melonjak dengan rekor 1.501 menjadi total 177.150.

Hong Kong akan menangguhkan penerbangan dari India, Pakistan, dan Filipina mulai 20 April karena terkait infeksi virus korona, kata pihak berwenang dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam.

Perusahaan Jepang meyakini ekonomi terbesar ketiga di dunia itu akan mengalami putaran keempat infeksi virus corona, dengan banyak yang bersiap untuk menghadapi pukulan lebih lanjut terhadap bisnis, menurut jajak pendapat bulanan Reuters.

Jepang mencatat kasus Covid-19 yang jauh lebih sedikit ketimbang banyak negara besar lainnya, tetapi kekhawatiran tentang gelombang baru infeksi meningkat dengan cepat, menurut respons mereka dalam jajak pendapat.

Peluncuran vaksinasi yang lebih lambat dibandingkan negara-negara G7 dan kurangnya rasa krisis di antara masyarakat akan memicu gelombang baru infeksi, tulis beberapa perusahaan dalam jajak pendapat tersebut. (git/fin)

Admin
Penulis